Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun mengatakan, apa yang disampaikan Firli sesungguhnya adalah argumen klasik yang sudah ditemukan KPK sejak tahun 2015.
"Argumen klasik berbasis data temuan terbaru yang senada dengan temuan KPK 2015 itu patut diapresiasi," demikian kata Ubedillah Badrun kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/12).
Meski demikian, Ubedillah mengatakan, apa yang disampaikan Firli itu akan menjadi ujian apakah mantan Kapolda Sumatera Selatan itu bisa mempengaruhi partai berkuasa untuk menghilangkan presidential threshold.
"Narasi Firli yang terkesan anti mainstream atau berbeda dengan partai berkuasa itu akan diuji apakah memberi pengaruh kepada perubahan sikap 82 persen partai berkuasa di parlemen atau tidak untuk menghilangkan
presidential threshold," demikian penjelasan Ubedillah.
Ubed menekankan bahwa sebagai seorang akademisi, sangat setuju dengan gagasan menghilangkan
presidential threshold 20 persen menjadi 0 persen. Dengan demikian, akan memberi peluang bagi calon presiden dan wakil presiden dari unsur perseorangan.
"Secara substansial saya dan para akademisi lain yang fokus pada tema demokrasi sejak lama sangat setuju dengan gagasan menghilangkan presidential threshold 20 persen menjadi 0 persen," pungkas Ubed.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: