Dugaan penyebaran
hoax tersebut terdapat pada unggahan Twitter Henry terkait foto seorang anak perempuan tertidur menjadi korban perang saudara di Irak.
"
Anak ini rindu ibunya yg tlh tiada krn perang saudara di Irak. Ia melukis di lantai & tidur di atasnya. Banyak manusia menderita krn negaranya hancur dilanda konflik politik. Indonesia punya potensi itu, mk kita hrs jaga negeri ini dr jahatnya perusak kedamaian & kesatuan," demikian tulisan Henry disertai foto seorang anak perempuan tertidur, Kamis (16/12).
Sontak, unggahan tersebut langsung dibanjiri respons dari warganet. Hingga Jumat siang (17/12), unggahan tersebut telah dikomentari lebih dari 1,2 ribu warganet dan diunggah ulang sebanyak 537 kali.
Unggahan tersebut ramai karena dianggap sebagai penyebaran
hoax. Salah seorang warganet, @BossTemlen meminta kepada Polri untuk mengusut dan menangkap Henry Subiakto karena dianggap menyebarkan
hoax.
"Tolong Pak Divisi Humas Polri, kandangin dulu profesor dongok ini Henry Subiakto dah nyebar
hoax, setelah itu kirim ke RSJ, kayaknya yang bersangkutan sedang mengalami gangguan kejiwaan. Yang setuju retweet!" tulis akun Twitter @BossTemlen.
Dalam unggahan warganet tersebut, turut disertakan tangkapan layar informasi mengenai foto yang diunggah Henry Subiakto. Dijelaskan, foto seorang anak kecil tersebut diunggah di situs Flickr pada 15 Juli 2012 silam dan bukan korban perang saudara di Irak seperti yang disebutkan Henry Subiakto.
Warganet pun ramai-ramai meminta kepada Polri untuk menindak Henry karena dianggap telah menyebarkan
hoax.
Sadar menuai banyak reaksi dari publik, Henry yang juga dosen Universitas Airlangga ini mengakui kesalahan sejarah foto yang ia unggah. Namun ia membantah telah menyebarkan
hoax.
Menurutnya, pihak-pihak yang menganggap unggahannya sebagai tindakan pidana adalah orang-orang pecinta keributan.
"Saya akui foto itu salah sejarahnya, tapi pesan utuhnya adalah perang akan bawa penderitaan ke banyak orang, maka kita harus jaga negeri ini agar damai, foto hanya ilustrasi. Bagi orang-orang pecinta keributan bukan pesan damainya yang ditangkap, tapi kekeliruan sejarah fotonya yang dianggap pidana," ujar Henry Subiakto.
Ia lantas mengurai maksud dari
hoax sebagai pidana dengan menyinggung isi UU 1/1946, yakni menyiarkan kabar bohong untuk menerbitkan keonaran.
"Keonaran di sini di dunia fisik. Karena tahun 46 tidak dikenal dunia maya. Jadi sejak awal pesan itu untuk bikin onar. Lha ini pesan damai kok diserang. Perkara sejarah fotonya salah, pesannya tidak salah," tekan Henry Subiakto.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.