Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Koalisi NGO HAM Minta Kasus Pengibar Bendera Bintang Bulan Dihentikan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 30 Desember 2021, 01:57 WIB
Koalisi NGO HAM Minta Kasus Pengibar Bendera Bintang Bulan Dihentikan
Ilustrasi/Net
rmol news logo Direktur Koalisi NGO HAM, Khairil, meminta Kapolda Aceh, Irjen Pol Ahmad Haydar menghentikan kasus pengibar bendera Bintang Bulan yang diduga melakukan tindak pidana makar. Karena pemanggilan mereka tidak beralasan kuat secara hukum.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

“Karena bendera tersebut bukanlah simbol pemberontakan dan separatis, tetapi itu hanya identitas ke-Acehan sesuai dengan kesepakatan MoU Helsinki,” kata Khairil, dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (29/12).

Terlebih, kata dia, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa, bendara daerah dapat digunakan sebagai pendamping bendera negara pada bangunan resmi pemerintah daerah, gapura, perbatasan antar provinsi, kabupaten dan kota, serta sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana.

"Kemudian juga diperkuat pada Pasal 13  bisa ditempatkan di bagian luar dan/atau di bagian dalam bangunan resmi pemerintah daerah," jelasnya.

Menurut Khairil, bendara yang dikibarkan di Aceh tidak bertentangan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007 tersebut. Dalam penjelasan Ayat 4 disebutkan yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan sparatis dalam ketentuan ini misalnya logo dan bendera bulan sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di Aceh, logo burung mambruk dan bintang kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Papua, serta bendera Benang Raja yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Maluku.

Khairil menilai bendera yang dikibarkan bukan seperti disebutkan dalam PP Nomor 77 Tahun 2007 tersebut. Yaitu bendera bulan sabit.

Khairil menjelaskan, UUPA Pasal 246 menyatakan, selain bendera Merah Putih, Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.

Kemudian pada ayat (4) dinyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk bendera sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam qanun Aceh. Kemudian adanya Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 yang masih sah karena belum pernah dicabut dari dalam lembar daerah Aceh yaitu belum ada pembatalan.

Untuk itu, Koalisi NGO HAM meminta kepada aparat penegak hukum untuk menghormati proses perdamaian yang sudah berjalan di Aceh.

Selain itu, Khairil juga meminta Pemerintah Aceh bertanggung jawab terhadap penerapan Qanun nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang.

“Dan pemerintah pusat, untuk menghormati perdamaian Aceh yang sudah terajut selama 16 tahun lebih,” ujarnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA