Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bencana Selama Tahun 2021 Turun 34 Persen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 30 Desember 2021, 15:23 WIB
Bencana Selama Tahun 2021 Turun 34 Persen
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto/Repro
rmol news logo Jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia selama tahun 2021 mengalami penurunan jika dibanding tahun 2020.

Pada catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana tahun ini turun sebanyak 34 persen atau 3.058 dari tahun sebeumnya.

Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto menerangkan, jumlah bencana tahun 2021 tersebut merupakan yang terendah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Dia merinci, bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan cuaca ekstrim masih mendominasi dengan total kejadian sebanyak 2.702.

Sementara, dilihat dari distribusi spasial lokasi kejadian, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah merupakan 3 provinsi teratas yang paling sering terjadi bencana.

"Pemerintah daerah di tiga daerah tersebut perlu memberikan perhatian yang lebih besar dalam upaya pengurangan risiko bencana," kata Suharyanto dalam acara Taklimat Bidang PMK yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pada Rabu (29/12).

Dalam satu tahun kebelakang, Suharyanto menyampaikan ada beberapa pelajaran yang dapat diambil pasca bencana yang terjadi di Tanah Air.

Di awal tahun misalnya, Gempa di Mamuju, Malang, Blitar, Jember, dan Flores memberikan pembelajaran untuk mitigasi risiko gempa lebih dini.

Suharyanto menyampaikan, mitigasi risiko gempa hanya dapat dilakukan dengan penguatan bangunan, baik itu rumah warga, maupun fasilitas publik. Penguatan bangunan ini, khususnya rumah masyarakat harus mengedepankan cara yang praktis dengan biaya terjangkau.

Selanjutnya untuk bencana longsor di Sumedang dan siklon tropis di NTT, Kepala BNPB yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 itu mengimbau kepada stakeholder dan masyarakat untuk tidak membangun pemukiman di lahan kritis.

Pembangunan kawasan harus mengacu kepada tata ruang yang berbasisi mitigasi bencana.

"Tata ruang kawasan yang berbasiskan mitigasi bencana ini yang harus kita sepakati dan laksanakan bersama kedepannya," imbuh Suharyanto.

Kejadian terkahir, lanjut Suharyanto, adalah bencana Awan Panas Guguran di Semeru pada awal Desember lalu, perlu adanya penguatan sistem peringatan dini kegunungapian terutama yang mendukung perintah evakuasi pada saat kontinjensi dan kedaruratan.

Pada kesempatan yang sama, Suharyanto juga mengingatkan bahwa bencana adalah peristiwa yang berulang. Ia berharap dengan adanya pembelajaran dari kejadian bencana di tahun 2021 dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana ke depannya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA