MK juga memandang para penggugat tidak memiliki
legal standing, dengan dalih berdasarkan UU Pilpres yang boleh mengajukan gugatan terhadap ambang batas pilpres adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.
Pria yang karib disapa RR ini menyebutkan bahwa hakim MK yang doyan mengunakan argumentasi
Open Legal Policy masuk kategori penjilat.
RR mengatakan, argumentasi hukum itu digunakan untuk menghindari tanggung jawab konstitusional.
"Justru MK dibuat untuk menguji apakah UU bertentangan dengan UUD. Semua yang bertentangan dengan UUD yang tidak konstitutional! Gitu aja ribet, sono kuliah lagi," demikin cuitan RR seraya mentautkan akun resmi MK, Minggu petang (2/1).
Ia kemudian mengungkapkan bahwa aturan tentang ambang batas pencalonan presiden 20 persen tidak tercantum dalam UUD 1945. Artinya, aturan itu tidak konstitusional.
Mahkamah Konstitusi harusnya melaksanakan
Consitutional Law, ketaatan pada UUD, bukan mendorong
Open Legal Policy. Itu mah mencla-mencle," sambungnya.
"(
Presidential Threshold) itu hanya untuk
blocking calon-calon pilihan rakyat, dan menjadi basis dari demokrasi kriminal! Kok gitu aja ora ngerti. Hakim MK sono, kuliah lagi filsafat dan logika," demikian penjelasan bernada sindiran mantan Menteri Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: