Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengatakan, ia tidak yakin gugatan akan diterima MK karena melihat argumen di balik permohonan uji materi tidak komprehensif.
Menurutnya, interpretasi tentang demokrasi tidak cukup mengubah pandangan hakim MK soal
presidential threshold.
"Dengan begitu, maka demokrasi tidak terluka karena itu. Maka permohonan-permohonan yang ada itu tidak bakal lolos dan diterima Mahkamah Konstitusi," ujar Margarito kepada wartawan, Minggu (2/1).
Dikatakan Margarito, pada UUD 1945 telah menjelaskan secara rigid soal pengajuan calon presiden, yakni baik dari partai politik maupun bukan.
"Pertanyaan hukumnya adalah, apakah orang berindividu atau kelompok itu merupakan personaan dari parpol? Bagi saya tidak, karakter dari sifat hukumnya tidak. Tidak memungkinkan untuk menjadikan manusia-manusia individu itu sebagai persona di partainya," terangnya.
"Saya memiliki keyakinan kuat bahwa permohonan itu bakal tidak diterima," demikian Margarito.
Sejumah tokoh politik dan aktivis, beramai-ramai menggugat
presidential threshold ke MK agar dihapuskan atau ditetapkan menjadi 0 persen.
Beberapa di antaranya adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan dua anggota DPD Fachrul Razi asal Aceh serta Bustami Zainudin asal Lampung.
Adapun
presidential threshold yang berlaku saat ini adalah 20 persen kursi partai politik di DPR RI atau 25 persen suara nasional hasil pemilu terakhir.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: