Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gatot Nurmantyo Yakin Panglima TNI Bisa Tuntaskan Persoalan Pengadaan Helikopter AW-101

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 05 Januari 2022, 11:53 WIB
Gatot Nurmantyo Yakin Panglima TNI Bisa Tuntaskan Persoalan Pengadaan Helikopter AW-101
Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo/Net
rmol news logo Pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa soal penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 dianggap intelektual. Bahkan diyakini mampu menuntaskan tugas Presiden Joko Widodo.

Hal itu disampaikan langsung oleh mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, saat berbincang dengan pakar hukum tatanegara, Refly Harun, yang diunggah di akun YouTube Refly Harun, Senin (3/1).

Dalam wawancara ini, Gatot membeberkan persoalan pengadaan Helikopter AW-101 yang diduga ada kerugian negara hingga dihentikan penyidikannya untuk tersangka dari kalangan militer.

Pada awalnya, kata Gatot, pembelian Helikopter AW-101 untuk kendaraan Kepresidenan atau VVIP.

Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla, menyebut pembelian helikopter tersebut terlalu mahal karena merupakan helikopter bekas India.

"Karena terlalu mahal, maka ada kasus korupsi di Indonesia, maka dikembalikan ke pabrikannya Airbus. Berdasarkan ini maka Presiden mengatakan pembatalan untuk pengadaan heli AW-101 VVIP," ujar Gatot seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (5/1).

Berdasarkan perintah tersebut Gatot yang saat itu masih menjabat Panglima TNI membuat surat untuk Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) saat itu yakni Marsekal TNI Agus Supriatna untuk pembatalan.

"Selang beberapa lama kemudian, kurang lebih sekitar akhir 2016 waktu itu, saya dipanggil oleh Presiden, Karena di media ribut ada pengadaan heli. Dan Presiden menanyakan kepada saya, saya jelaskan bahwa singkatnya berdasarkan sidang kabinet Bapak (Presiden Jokowi) memerintahkan untuk pembatalan, maka saya membuat surat kepada KSAU untuk membatalkan pengadaan Heli AW-101 VVIP," jelas Gatot.

Presiden pun mempertanyakan kepadanya terkait nilai kerugian negara. Wapres JK mengatakan kerugian negara sekitar Rp 200 miliar.

Sehingga, Gatot diperintahkan untuk mengejar kerugian negara tersebut. Pada sekitar akhir 2017, Gatot membuat surat kepada KSAU saat itu yakni Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Dalam surat tersebut, Gatot memberikan kesempatan kepada TNI Angkatan Udara (AU) untuk membentuk tim investigasi internal.

Dari hasil investigasi kurang lebih dua bulan, dilaporkan tidak ada pelanggaran dan semua sesuai prosedur dan tidak ada kerugian negara.

Tak cukup sampai disitu, pihaknya kembali membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Puspom TNI

"Saya bilang, karena KPK juga sudah membongkar dan ada tersangkanya, maka agar lebih jelas, adakan kerjasama dengan KPK. Yang namanya kerjasama itu apabila KPK melakukan penyidikan, maka dari Puspom TNI ikut mendengarkan, jadi hasilnya itu, kita periksa juga orang-orang yang diduga diadakan penyidikan juga oleh Pom," terang Gatot.

Dari hasil tim investigasi Puspom TNI, ditemukan empat orang tersangka dari kalangan militer. Mereka adalah mantan Pekas Mabesau, Letnan Kolonel (Adm) WW; Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau atau mantan Asrena Kasau.

Namun hingga sekitar empat tahun setelah Gatot tidak lagi menjabat Panglima TNI, tim Auditor Militer (Autmil) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap tersangka dari kalangan militer dengan alasan kurang bukti dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Alasannya, BPK menyatakan tidak ada kerugian negara dalam pengadaan helikopter tersebut.

"Jadi (saat SP3) Panglimanya masih Pak Hadi. Padahal, Autmil tidak bisa melakukan itu, harusnya Autmil memberikan saran pendapat ke Papera (Perwira Penanganan Perkara) untuk audit lagi," tutur Gatot.

Gatot pun menyayangkan sikap BPK yang menyatakan pengadaan Helikopter AW-101 tidak ada kerugian negara.

"Kalau BPK memang tidak mau mengatakan, menyampaikan, ini suatu hal yang aneh, perintah Presiden loh, sudah berapa tahun, sudah sampai penggantian presiden juga kan dalam hal penugasan. Wakil presiden sudah bukan Pak JK lagi. Tetapi, begitu beraninya BPK menyampaikan tidak ada kerugian negara. Presiden sudah menyampaikan seperti ini, padahal BPK itu kan eksekutif, tugasnya membantu presiden agar semua program-program yang dibayar APBN itu dilakukan dengan benar," papar Gatot.

Namun demikian, Gatot mengaku mempunyai harapan terhadap Panglima TNI saat ini yakni Jenderal Andika Perkasa yang telah menyatakan akan mempelajari penghentian penyidikan terhadap empat tersangka dari kalangan militer.

"Saya pikir ini jawaban yang intelektual yang sangat bagus. Kita berdoa saja lah, saya punya harapan yang besar Pak Andika akan mengadakan penyidikan ulang sampai menemukannya," harap Gatot.

Sambung Gatot, Autmil yang melakukan SP3 melakukan pelanggaran terhadap Pasal 101 dan Pasal 102 UU Pidana Militer. Karena mereka seharusnya meminta pendapat kepada Papera, bukan menghentikan penyidikan.

"Dalam hal ini, kita beruntung bahwa Panglimanya adalah Pak Andika, di mana Pak Andika menyatakan bahwa 'saya akan mempelajari', Ini adalah jawaban intelektual yang tidak sembrono. Dan saya yakin berdasarkan track record beliau selama KSAD, masalah hukum itu tidak ada tawar menawar. Saya yakin oligarki juga gak akan mempan lah sama Pak Andika mudah-mudahan," terang Gatot.

"Ya sama-sama kita berdoa, agar permasalahan ini menjadi jelas, kemudian menunjukkan bahwa TNI itu adalah bukan suatu golongan yang bisa bebas hukum, bisa semau-maunya saja, dan harapan ini ada di pundak Panglima TNI sekarang, Jenderal Andika Perkasa," sambung Gatot menutup. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA