Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Banjir Kritik, Istana: Pemerintah Tak Membabi Buta Larang Ekspor Batubara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 06 Januari 2022, 14:25 WIB
Banjir Kritik, Istana: Pemerintah Tak Membabi Buta Larang Ekspor Batubara
Tambang Batubara/Net
rmol news logo   Larangan ekspor batubara yang dipercepat pemerintah menjadi 1 Januari 2022 menuai kritik, karena dianggap tidak sesuai dengan alasan utama yang disampaikan pemerintah, ditambah tak konsisten terhadap regulasi yang dibuat.

Kritik terhadap kebijakan yang dituangkan ke dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tersebut, salah satunya disampaikan mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu.

Dia memandang alasan pemerintah tak masuk akal, yang menyatakan percepatan pelarangan ekspor batu bara lantaran menjaga pasokan di dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik domestik, bisa terpenuhi.

Sebab dalam kalkulasinya, produksi batubara 2021 sekitar 600 juta ton. Jika penjualan domestik (DMO) minimal 25 persen, ada (sisa) 150 juta ton di dalam negeri. Sementara kebutuhan dalam negeri hanya 137,5 juta ton dan untuk listrik 113 juta ton.

Selain itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo juga dianggap tak konsisten menjalani regulasi yang dibuat terkait Batubara ini, sebagaimana diatur di dalam UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Dinyatakan dalam regulasi tersebut, bahwa pelarangan ekspor bahan mentah seperti batubara, nikel, bauksit dan beberapa Minerba lainnya baru bisa dilaksanakan 3 tahun setelah UU Minerba diundangkan pada 10 Juni 2020.

Artinya, larangan ekspor batubara seharusnya baru dilaksanakan pada 10 Juni 2023 mendatang.  

Kritik terhadap kebijakan ini ikut diklarifikasi oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Dijelaskan oleh Deputi I Kepala Staf Kepresidenan RI Febry Calvin Tetelepta, percepatan larangan ekspor oleh Jokowi seharusnya dimaknai sebagai upaya gotong royong nasional dalam menghadapi tantangan krisis energi global.

"Krisis energi global telah mendorong seluruh dunia berebut sumber energi yang andal termasuk batubara dari Indonesia,” kata Febry di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (6/1).

Karena itu, lanjut Febri, pemerintah memutuskan untuk mempercepat larangan ekspor batubara, yang menurutnya Indonesia sebagai bagian elemen negara harus bersama-sama berkontribusi memperkuat stabilitas di dalam negeri.

Febry menyebutkan arahan Jokowi yang mengedepankan pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri.

Katanya, Kepala Negara memandang menjaga stok di dalam negeri merupakan perwujudan amanah konstitusi UUD 1945, dan konsistensi pemerintah dalam mencukupi kebutuhan listrik bagi 270 rakyat Indonesia.

"Ini gestur asli dari Presiden ketika dia harus berpihak pada kepentingan rakyat," imbuhnya.

Maka dari itu, Febry meminta kepada perusahaan tambang tidak melanggar aturan penjualan batu bara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO), yang menjadi implementasi dari UU 3/2020 tentang Minerba, serta Peraturan Pemerintah (PP) 96/2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

"Pemerintah tidak membabi buta melarang ekspor batubara. Pemerintah mengapresiasi bagi perusahaan yang sudah memenuhi komitmen DMO Batubaranya, tapi juga tidak segan untuk mencabut ijin perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban DMO itu," tandasnya.

Febry menambahkan, dalam jangka menengah dan panjang, Presiden sudah memerintahkan Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk membangun mekanisme DMO yang bersifat permanen, guna memenuhi kebutuhan listrik nasional dan adaptif terhadap tantangan krisis energi global. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA