Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemuda Muhammadiyah Ajak Publik Bersikap Biasa Merespons Diskursus Presiden 3 Periode

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Kamis, 13 Januari 2022, 17:06 WIB
Pemuda Muhammadiyah Ajak Publik Bersikap Biasa Merespons Diskursus Presiden 3 Periode
Presiden Joko Widodo/Net
rmol news logo Wacana jabatan presiden lebih dari dua periode kembali mengemuka ke publik. Pihak Istana pun sampai angkat bicara menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo menolak hal tersebut.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Presiden Jokowi dijelaskan pihak Kepala Staf Kepresidenan (KSP), memilih sikap mengikuti tata aturan konstitusi yang sudah berlaku.

Merespons wacana jabatan presiden lebih dari dua periode, Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Razikin menyampaikan pendapatnya.

Menurutnya, diskursus perpanjangan masa lebih dari dua periode merupakan hal yang normal saja sebagai bentuk perkembangan demokrasi dan demokratisasi Indonesia. Publik, kata Razikin tidak perlu merespons secara berlebihan.

Ia melihat kembali mengemukanya wacana itu lebih disebabkan karena berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yang dalam dua tahun terakhir terhantam oleh pandemi virus corona baru (Covid-19).

"Hantaman itu tentu saja mempengaruhi dinamika perpolitikan kita. Karena itu perlu dilakukan penelahaan lebih lanjut untuk menemukan jalan keluarnya," kata Razikin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (13/1).

Razikin menyadari bahwa dalam UUD pasal 7 telah tegas diatur tentang masa ajabatan presiden. Dalam aturan itu, seorang presiden hanya bisa dipilih satu kali masa jabatan.

Detailnya konstitusinya berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi Pasal 7 UUD 1945.

Mengacu pada aturan itu, Razikin mengakui diskursus perpanjangan masa Presiden seperti sudah tertutup.

Meski demikian, Razikin berpendapat, produk konstitusi bukanlah bersifat statis. Sehingga, dapat diubah jika memang ada hal prinsip yang mendasari perubahan sebuah konstitusi.

Ia (UUD 1945) merupakan sesuatu yang dinamis mengakomodasi perkembangan situasi sosial, politik, ekonomi serta persoalan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya seperti hantaman covid 19," demikian kata Razikin.

Mantan ketua Umum IMM Sulawesi Selatan ini mencontohkan, hantaman pandemi Covid-19 yang terjadi dalam dua tahun ini memungkinkan telah menjadi penghambat dalam menyelesaikan seluruh program strategis pemerintahan Presiden Joko Widodo dan jajaran kabinetnya.

Razikin mengajak publik bersikap normal dalam merespons setiap wacana yang mengemuka ke publik. Ditambahkan Razikin, jika memang diskursus perpanjangan masa jabatan Presiden itu dimaksudkan sebagai kerangka menuntaskan berbagai masalah kebangsaan maka tidak jadi persoalan.

"Menurut saya tidak ada persoalan, tinggal dicarikan formulasinya, tentu langkah pertama adalah merevisi Pasal 7 UUD 1945. Menurut saya tidak ada persoalan yang terlalu krusial, ini perihal pilihan-pilihan politik saja dan itu masih sangat demokratis," pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA