Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Abaikan Pendekatan Sosiologis, Bukti UU IKN Cacat Formil

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Selasa, 25 Januari 2022, 21:20 WIB
Abaikan Pendekatan Sosiologis, Bukti UU IKN Cacat Formil
Desain pembangunan Ibu Kota Negara/Net
rmol news logo Pembahasan Undang Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang hanya memakan waktu 41 hari untuk 37 pasal diragukan sejumlah elemen masyarakat.

Jangka waktu pembahasan yang dinilai singkat itu tidak cukup untuk membahas hal mendasar seperti UU, apalagi terkait pemindahan ibukota negara.

Pakar hukum tata negara Ismail Hasani mengamini bahwa proses pembahasan UU IKN mengabaikan pendekatan sosiologis.

Menurut Ismail, jika 41 hari untuk 37 pasal, dapat diartikan satu hari bisa selesai membahas satu pasal. Meski dirasa masuk akal, namun untuk membahas UU dengan konten yang sangat serius tidaklah cukup.

Dia menambahkan, pembahasan UU perlu melibatkan masyarakat luas dengan pendekatan sosiologis dan juga historis dari pemindahan ibu kota negara.

Ismail menjelaskan, pemindahan IKN berdampak pada mobilisasi sumber daya manusia (SDM). Artinya, tidak bisa pendekatannya hanya formil semata.

“Bagaimana kajian sosiologisnya historisnya itu kan harus jadi pertimbangan. Nyaris tidak memperoleh ruang untuk diperdebatkan, jadi tidak ada ruang kontestasi gagasan terkait dengan IKN ini,” ucap Ismail kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (25/1).

Ahli hukum tata negara dari SETARA Institute ini mengatakan, UU IKN dan pasal-pasal di dalamnya sangat singkat, namun melahirkan ribuan proyek turunan nantinya.

Hal itu menurutnya, sudah semestinya meski produk hukum tersebut jumlah normanya sangat terbatas tapi kontennya untuk masa depan bangsa.

Lebih detail Ismail menguraikan bahwa pemindahan IKN terkait dengan anggaran dan pendapatan negara. Dikatakan Ismail, APBN itu terkait dengan uang rakyat.

"Jadi sudah semestinya memang sekalipun produk hukum ini jumlah normanya terbatas tetapi kontennya sangat serius terkait dengan masa depan bangsa, ya seharusnya diperbincangkan,” katanya.

Terlebih, masyarakat koalisi Kalimantan juga mempersoalkan pembangunan ibu kota baru. Fakta itu dianalisa Ismail mengindikasikan bahwa UU IKN masuk kategori cacat formil karena tidak mendapatkan persetujuan dari warga setempat.

“Ini kan tidak masuk akal di pikiran saya bagaimana Anda mau mengatur sebuah wilayah baru tetapi orang-orang yang berdomisili di wilayah itu tidak pernah ditanya atau juga kepada masyarakat Jakarta anda akan meninggalkan kota lama ini,” katanya.

"Hal-hal yang semacam ini bahkan semestinya dikaji dalam waktu yang cukup panjang gitu ya, satu dua tahun itu bahkan enggak cukup,” tandasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA