Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Romo Markus Solo: Persaudaraan Lintas Agama Sudah Terbentuk Sebelum Indonesia Merdeka

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Senin, 31 Januari 2022, 16:54 WIB
Romo Markus Solo: Persaudaraan Lintas Agama Sudah Terbentuk Sebelum Indonesia Merdeka
Anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Takhta Suci Vatikan, Romo Markus Solo Kewuta SVD/Net
rmol news logo Persoalan bangsa Indonesia bukan melulu terletak pada ketidakmampuan membangun persaudaraan dan pertemanan lintas agama, lintas etnik, dan lintas budaya.

Sebab kesadaran pemuda Indonesia terhadap persaudaraan lintas agama, lintas etnis, dan lintas budaya sudah tumbuh sejak dulu sebelum Indonesia merdeka.

Hal itu dikemukakan Anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Takhta Suci Vatikan, Romo Markus Solo Kewuta SVD di diskusi Catholic Millennial Summit yang diselenggarakan Pengurus Pusat (PP) PMKRI dalam Catholic Millennial Summit yang mengambil tema “Fratelli Tutti” (Persaudaraan Manusia) dan Lingkungan Hidup (Laudato Si) secara daring pada Jumat (29/1).

“Jauh sebelum Indonesia terbentuk, kesadaran ini sudah ada dan membuat kaum muda bergerak dan berjuang untuk membentuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kaum muda khususnya yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia tidak boleh sekalipun melupakan Sumpah Pemuda,” kata Markus.

Sebagai contoh, Markus menceritakan sejarah singkat peran pemuda dalam merekatkan perbedaan menjadi persatuan.

Saat itu, sejarah mencatat kongres pemuda beranggotakan wakil-wakil para pemuda yang datang dari berbagai wilayah Indonesia dengan latar belakang budaya, etnik, dan agama yang berbeda-beda.

Suatu ketika, rapat yang digelar di Gedung Pemuda Katolik, dekat Lapangan Banteng, Wage Rudolf Supratman yang kebetulan juga seorang Katolik pertama kali memainkan melodi lagu Indonesia Raya.

Bukan hanya itu, Markus menyebut ada fakta lain berkaitan dengan etik Indonesia bahwa pembacaan Sumpah Pemuda kala itu dilakukan di asrama pemuda-pemudi keturunan Tionghoa.

“Artinya 17 tahun sebelum proklamasi sudah ada kesadaran kolektif pentingnya persahabatan dan persaudaraan lintas agama, lintas suku, lintas budaya, dan lintas etnik, yang mengantar mereka pada sesuatu yang besar,” ujarnya.

Melihat fenomena tersebut, Markus menekankan bahwa kemerdekaan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah kombinasi dari perjuangan bersama seluruh putra dan putri bangsa.

“Kita perlu menguasai sejarah dan berpegang teguh pada objektivitas sejarah agar kita bisa mendasarkan diri di atas kebenaran. Dan ini sebuah permohonan untuk anak-anak muda katolik Indonesia,” katanya.

Markus ingin mengajak peran pemuda-pemudi Katolik turut andil dalam mempertahankan Indonesia pada masa kini. Dalam keseharian, Markus melihat upaya untuk mempertahankan Indonesia harus benar-benar dilakukan, baik dengan cara dialog atau lainnya.

“Saya pikir kesempatan seperti ini baik untuk kita menyampaikan atau secara terbuka berbenah diri dan berbicara secara jujur permasalahan-permasalahan yang kita hadapi dalam dialog nasional kehidupan kita bersama,” ucapnya.

Salah satu bukti nyata melalui perkembangan teknologi komunikasi digital dan melalui media sosial untuk membangun relasi sosial yang konklusif dengan siapa saja.

Saling mengenal dan membangun persaudaraan dan persahabatan, terutama dengan mereka yang tidak sepaham dan seiman dan seagama.

“Kita semua tahu pendidikan dalam bahasa Inggris yang berakar pada dua kata bahasa latin edu care yang berarti melatih dan membentuk, dan edu cure artinya membawa seseorang keluar dari kegelapan dan ketidaktahuan, keluar dari kesempitan menuju sebuah dunia yang lebih luas, menawarkan kepadanya sebuah cakrawala baru, sebuah perspektif baru yang lebih baik dan lebih menguntungkan," demikian Markus. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA