Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PNKN Gugat UU IKN ke MK, Ini Poin-poin Argumentasi Hukumnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Rabu, 02 Februari 2022, 21:11 WIB
PNKN Gugat UU IKN ke MK, Ini Poin-poin Argumentasi Hukumnya
Gedung Mahkamah Konstitusi/Net
rmol news logo Sekelompok orang yang terdiri dari para purnawirawan jenderal TNI hingga aktivis tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN), menggugat UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Koordinator PNKN Abdullah Hehamahua mengurai alasan kenapa pihaknya menggugat UU IKN tersebut ke MK.

Menurutnya, UU IKN yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI per Selasa (18/1) itu terdiri dari 11 BAB dan 44 Pasal itu tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan. Mulai dokumen perencanaan pembagunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara hingga pelaksanaan pembagunan.

Hal ini, kata Abdullah, karena rencana IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam UU 17/2007, dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019.

"Terhadap pembentukan UU IKN Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) mengajukan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/2).

Abdullah menambahkan, IKN mendadak muncul baru dalam Peraturan Presiden (Perpres) 18/2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Meskipun demikian, anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022.

Selain itu, UU IKN dalam pembentukannya juga dinilai tidak benar-benar memperhatikan materi muatan. Itu lantaran banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana.

Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana. UU IKN tidak secara detail mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN.

Ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN di atas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level UU, karena sifatnya yang strategis.

"UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis," sesal Abdullah.

Oleh karena itu, jika IKN merupakan materi yang disebutkan dalam UUD NRI 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan IKN mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik. Kebijakan pemindahan IKN tidak mempertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang dari waktu ke waktu trendya masih cukup tinggi.

"UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan," tegasnya.

Lanjutnya, berdasarkan hasil survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), 19 Desember 2021, sebanyak 61,9 persen orang tidak setuju ibu kota pindah, dengan pemborosan anggaran menjadi alasan utama mengapa responden tidak setuju.

Selain itu, pembentukan UU IKN minim partisipasi masyarakat. Ini dapat dilihat dari 28 tahapan atau agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya ada tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses. Sedangkan 21 agenda lainya informasi dan dokumennya tidak dapat diakses publik.
Pembentukan UU IKN yang dibahas sejak 3 November 2021 hingga 18 Januari 2022 hanya memakan waktu 42 hari. Tahapan ini tergolong sangat cepat untuk pembahasan sebuah RUU yang berkaitan dengan IKN yang sangat strategis dan berdampak luas.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kata Abdullah, PNKN memohon agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 jo UU Mahkamah Konstitusi (MK) berkenan memeriksa dan memutus permohonan Pemohon sebagai berikut:

Pengujian Formil

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan pembentukan UU IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI 1945;

3. Menyatakan UU IKN tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

5. Jika Mahkamah berpendapat lain maka kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Dalam mengajukan permohonan Uji Formil UU IKN tersebut, PNKN memberi kuasa penuh kepada Tim Lawyer yang dipimpin oleh Viktor Santoso Tandiasa, dengan didukung oleh Wirawan Adnan, Bisman Bachtiar, Dudju Purwanto, Harseto Setyadi Rajah, dan Eliadi Hulu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA