Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terkendala Teknis, Kemenhub: Indonesia Tidak Bisa Kuasai Ruang Udara di Natuna Utara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Kamis, 03 Februari 2022, 20:30 WIB
Terkendala Teknis, Kemenhub: Indonesia Tidak Bisa Kuasai Ruang Udara di Natuna Utara
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto Rahardjo/Repro
rmol news logo Indonesia tidak bisa menguasai ruang udara di Natuna Utara sepenuhnya, setidaknya selama 26 tahun. Hal itu sebagai akibat adanya masalah teknis dan pengaturan hukum yang berlaku baik di Indonesia maupun internasional.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Begitu dikatakan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto Rahardjo dalam acara diskusi virtual bertajuk "Kupas Tuntas FIR Singapura", yang digagas Pusat Studi Air Power Indonesia, Kamis (3/2).

“Technically ini imposible, karena persoalan teknis,” ujar Novie.

Dia menambahkan, soal adanya pendelegasian ruang udara dalam perjanjian FIR dari batas 0-37ribu kaki tersebut dibutuhkan oleh Singapura untuk pergerakan inbound dan outbound yang disebut terminal area.

“Itu areanya segitu di bawah 0-37ribu kaki,” tekannya.

Selain itu, lanjut Novie, wilayah tersebut dibutuhkan Singapura tersebut untuk melaksanakan instrumen standar pendekatan kedatangan dan keberangkatan transportasi udara yang dibutuhkan di batas 0-37ribu kaki.

Hal ini dilakukan agar pesawat bisa tiba dengan selamat di tengah pergerakan yang sangat padat.

Menurutnya, semua jalur yang berada di ruang udara di bawah 37.000 kaki merupakan seluruh jalur yang memasuki Singapura. Apabila ruang udara tersebut diambil alih oleh Indonesia, maka secara ekstrem pengatur lalu lintas udara atau air traffic control (ATC) di Singapura harus diganti pula dengan Indonesia.

“Jadi memang technically kami belum bisa sampai ke sana. Mungkin teknologi itu akan bisa 20 sampai 25 tahun setelah Singapura tak lagi memerlukan menara ATC, dan bisa dikontrol secara bersama di Tanjung Pinang. Hal ini nantinya yang akan menjadi blueprint kerja sama strategis antar-negara,” katanya.

Tak hanya itu, Novie juga memaparkan bahwa kondisi saat ini sudah sesuai dengan pasal 263 UU 1/2009, dan ANNEX 11 article 2.1.1 konvensi Chicago 1944, serta resolusi Organisasi Penerbangan Sipil Dunia atau ICAO Assembly ke-40.

“Intinya, pendelegasian itu hal lumrah karena diadopsi sebelumnya. Contoh saja Christmas Island itu juga di Australia, tetapi pelayanan kami yang lakukan untuk safety agar tidak terjadi fragmentasi," ucapnya.

"Ada hukum nasional dan internasional yang wajib kami patuhi. Ini murni technical, dan kami comply karena juga diaudit oleh hukum internasional,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA