Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perjuangan Lieus Sungkharisma Gugat Presidential Threshold Tidak Ujug-ujug, Sudah Dimulai Sewindu Lalu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 06 Februari 2022, 16:05 WIB
Perjuangan Lieus Sungkharisma Gugat Presidential Threshold Tidak Ujug-ujug, Sudah Dimulai Sewindu Lalu
Tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma saat menggugat Presidential Threshold ke MK/Net
rmol news logo Langkah melakukan gugatan presidential threshold dari 20 persen menjadi nol persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma tidak datang begitu saja. Dia juga membantah jika gugatan itu dikaitkan dengan kepentingan pribadi di Pemilu 2024.

Penegasan ini disampaikan Lieus Sungkharisma untuk kemunculan sekelompok orang yang “nyinyir” dengan langkahnya tersebut.

Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) itu turut memastikan bahwa gugatannya ke MK bukan ujug-ujug. Tapi sudah dimulai sejak sewindu lalu.

“Ini proses yang sudah cukup panjang. Saya sudah melakukan aksi soal mekanisme pemilu ini sejak tahun 2014,” tegasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/2).

Jadi, kata Lieus, delapan tahun lalu dia sudah melakukan sejumlah aksi untuk menyadarkan semua pihak, terutama elit politik, agar menimbang lagi mekanisme pemilu yang dilakukan di negeri ini.

“Waktu itu saya kumpulkan setidaknya delapan OKP untuk membentuk Dewan Integritas Bangsa (DIB). Tujuannya untuk melakukan penjaringan aspirasi rakyat dalam hal memilih Presiden. Tapi upaya itu gagal karena partai-partai politik banyak yang menolak gagasan itu,” katanya.

Tidak putus asa, Lieus bersama Forum Rakyat yang dibentuknya, nekat melakukan unjuk rasa ke Mahkamah Konstitusi untuk menyampaikan aspirasinya tentang mekanisme Pemilu yang selama ini dijalankan.

“Waktu itu kita memang tidak menggugat UU Pemilu. Tapi dalam unjuk rasa di MK tahun 2014 itu kita menyampaikan Tiga Tuntutan Rakyat atau Tritura. Pertama, laksanakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden secara bersamaan. Kedua, pilih partai politik yang sudah punya calon presiden. Ketiga, pilih Presiden yang sudah punya susunan kabinet,” tegas Lieus.

Dijelaskan Lieus, pelaksanaan Pemilu serentak bisa menghemat anggaran negara hingga Rp 8 triliun. Selain itu, memilih partai politik yang sudah punya calon presiden dan si calon presiden sudah memiliki susunan kabinetnya, akan membuat rakyat terhindar dari membeli kucing dalam karung.

Sayangnya, sambung Lieus, tiga tuntutan rakyat itu menguap begitu saja ditelan euforia elite partai yang masih sangat kuat syahwat politiknya.

“Hingga pemilu 2019, gagasan untuk pemilu serentak itu tak juga dilaksanakan. Sedang ide konvensi untuk memilih calon presiden, meskipun ada beberapa partai yang mencobanya, namun hal itu dilakukan setengah hati,” tuturnya.

Karena itu, Lieus menilai sejumlah orang yang “nyinyir” atas apa yang dilakukannya saat ini adalah orang-orang yang tak pernah mau membaca sejarah.

“Saya ini bukan aktivis dadakan karena ada momentum. Saya sudah aktif melakukan berbagai aksi demi bangsa dan negara ini sejak masih di KNPI,” katanya.

“Tahun 2014 itu, meski Tritura yang kita ajukan ke MK tak semuanya berhasil, tapi salah satu tuntutan kita akhirnya bisa diwujudkan pada Pemilu 2024 mendatang, yakni Pemilu serentak untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden,” sambung Lieus.

Lieus yakin tuntutannya untuk Presidential Threshold nol persen juga akan dipenuhi MK. Sebab situasi dan kondisi hari ini sangat menuntut transparansi. Hegemoni partai politik harus dihentikan agar oligarki tak terus berkembang.

“Rakyat punya hak untuk menentukan pemimpinnya sendiri. Dan jalan terbaik untuk itu adalah dengan memberi peluang pada siapapun tokoh terbaik bangsa untuk dicalonkan atau mencalonkan diri menjadi presiden,” tutupmya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA