Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Wapres Maruf Amin Ingin Pendidikan dan Riset Jadi Jangkar Ekonomi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 08 Februari 2022, 08:58 WIB
Wapres Maruf Amin Ingin Pendidikan dan Riset Jadi Jangkar Ekonomi
Wakil Presiden (Wapres) RI, Maruf Amin/Net
rmol news logo Indonesia diharapkan bisa meniru langkah Korea Selatan dan Finlandia mendaulat institusi pendidikan dan riset untuk memimpin dan mendorong arah pembangunan ekonomi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Harapan itu disampaikan Wakil Presiden (Wapres) RI, Maruf Amin saat memberikan orasi ilmiah secara virtual pada acara Indonesia Economic Outlook 2022 National Seminar di Jakarta, Senin (7/2).

Wapres mengurai bahwa Korea Selatan dan Finlandia merupakan dua contoh negara yang memiliki capaian ekonomi gemilang karena berhasil menggabungkan ekonomi berbasis pengetahuan (EBP) dengan kelembagaan yang solid. Adapun salah satu karakter pokok dari kedua negara ini adalah menjadikan institusi pendidikan dan riset sebagai jangkar ekonomi.

“Tepat pada titik inilah pekerjaan rumah transformasi ekonomi tengah menanti di Indonesia,” tegasnya seperti diberitakan laman Setkab, Selasa (8/2).

Sebagai langkah konkret, Maruf Amin mendorong peningkatan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan yang saat ini persentasenya dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih sangat rendah.

Berdasarkan data UNESCO Institute for Statistics 2018, sambungnya, GERD Indonesia hanya 0,23 persen pada 2018. Intensitas investasi penelitian dan pengembangan di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara industri maju, seperti Korea Selatan yang telah berinvestasi sebesar 4,81 persen, Jepang sebesar 3,26 persen, dan Amerika Serikat sebesar 2,84 persen dari PDB-nya pada tahun 2018.

Ketertinggalan tersebut, diperparah dengan jumlah peneliti di Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Jumlah peneliti setara penuh waktu per satu juta penduduk di Indonesia hanya sebanyak 216 pada tahun 2018, sedangkan Cina dan Rusia jumlah penelitinya masing-masing berurutan sebanyak 1.307 dan 2.784 per satu juta penduduk pada tahun 2018.

“Indonesia tertinggal jauh puluhan kali lipat dibanding ketersediaan peneliti di Jepang dan Korea Selatan pada tahun 2018, yakni berurutan sebanyak 5.331 dan 7.980,” ujarnya.

Demikian pula, kata Wapres, ketersediaan ilmuwan dan insinyur yang diketahui dari persentase lulusan pendidikan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) di Indonesia juga masih rendah.

“Persentase lulusan bidang STEM di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 18,62 persen; 2017 sebanyak 18,55 persen; dan 2018 meningkat menjadi 19,42 persen. Situasi ini tergolong rendah dibandingkan negara anggota G20, seperti India dan Rusia pada tahun 2018 berurutan sebanyak 32,65 persen dan 31,06 persen,” paparnya melansir data Education Statistics World Bank 2016–2018.

Kondisi itulah, tutur Wapres, yang menjadi penyebab jumlah paten di Indonesia juga belum banyak.

“Pada tahun 2020 jumlah paten di Indonesia hanya 1.309, sementara itu jumlah paten di Brasil pada tahun yang sama mencapai 5.280, India 23.141, Amerika Serikat 269.586, dan Tiongkok bahkan telah mencapai 1.344.817 aplikasi paten,” paparnya berdasarkan data World Intellectual Property Organization 2021. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA