Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal Kelangkaan Minyak Goreng, Appsindo Tolak Pedagang Dijadikan Kambing Hitam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Kamis, 17 Februari 2022, 16:26 WIB
Soal Kelangkaan Minyak Goreng, Appsindo Tolak Pedagang Dijadikan Kambing Hitam
Ilustrasi/Net
rmol news logo Upaya pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng dan mengatasi kelangkaannya di pasaran, hanya bertujuan menekan kegaduhan saja. Sebab, permasalahan utama dalam kisruh distribusi minyak goreng ini tak diselesaikan oleh pemerintah.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Ini hanya siasat menekan kegaduhan, kita disuapi sedikit digunakan untuk mengurai kegaduhan. Sementara permintaan banyak, pemasokan terbatas, sehingga menimbulkan kelangkaan," kata Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo), Hasan Basri, lewat keterangannya, Kamis (17/2).

Hasan pun menolak tegas pedagang disalahkan dalam kelangkaan minyak goreng saat ini, apalagi sampai ada tuduhan melakukan penimbunan. Padahal ada pasokan yang dibatasi, sehingga tidak berimbang dengan permintaan. Akibatnya minyak goreng pun jadi sulit ditemukan.

"Minyak goreng mahal itu yang dipermasalahkan pedagang, sementara kita pedagang itu kan hanya menjual dengan keuntungan yang sangat tipis. Jadi kalau kita sebagai pedagang tidak akan mungkin menyetok minyak goreng yang berlebihan. Artinya hari ini paling 2, 3 hari stok kita habis lalu belanja lagi,” jelasnya.

Hasan menuturkan, belakangan ini banyak pelanggan pasar tradisional lebih memilih membeli minyak goreng di ritel modern. Sebab barang dan harga di ritel moden lebih pasti yakni sebesar Rp 14.000/liter.

"Dengan adanya kelangkaan minyak goreng di pasar tradisional, para konsumen memburu pasar-pasar modern seperti Alfamart, Indomaret, mereka lebih suka berbelanja ke sana. Ini tentu menjadikan kita pasar tradisional kehilangan pelanggan akibat diskriminatif pemerintah dalam menentukan (harga) minyak goreng," tuturnya.

Tidak sedikit juga pelaku ritel modern disebut memanfaatkan momentum ini untuk menarik konsumen dari pasar tradisional. Pemerintah diharapkan memberikan perlindungan kepada pelaku pasar tradisional yang notabene adalah rakyat kecil.

"Namun sepertinya tidak seperti itu yang kami rasakan di lapangan. Lagi-lagi ritel modern yang dimiliki kapitalis-kapitalis besar itu mengambil peran pasar tradisional dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini efeknya sangat buruk bagi kita pasar tradisional," keluhnya.

Namun sayangnya, pertanyaan publik tersebut tidak bisa dijawab oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dianggap bertanggungjawab dalam distribusi minyak goreng.

"Tidak berfungsinya pemerintah sehingga distributor minyak goreng atau produsen minyak goreng itu semaunya saja meletakkan harga. Nah ini yang jadi beban bagi kami, pasar tradisional yang selama ini jadi bulan-bulanan dari masyarakat," jelasnya.

"Kita selalu dianggap sebagai pemicu naiknya harga komoditi minyak goreng, padahal minyak goreng itu naiknya dari sumber utamanya, produsennya," pungkas Hasan Basri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA