Dia berharap, penjelasan Menag Yaqut soal alasan volume suara toa masjid dan musala perlu diatur maksimal 100 dB atau desibel, dan perbandingannya dengan gongongan anjing yang mengganggu adalah kesalahan komunikasi saja.
“Gus Menteri, semoga ini salah komunikasi/salah memberi contoh saja. Pejabat pastinya tahu mengkomunikasikan masalah secara benar dan proporsional. Apalagi kaitannya agama, tahu sendiri bisa sensitif,†ujarnya lewat akun Twitter pribadi, Rabu malam (23/2).
Imam Shamsi Ali menekankan bahwa suara adzan tidak pantas disandingkan dengan suara anjing sebagai pembanding. Sebab suara adzan selain penuh makna juga indah didengar.
“Suara adzan dan shalawat itu indah dan penuh makna. Tidak pantas dicontohkan suara anjing,†tegasnya.
Menurutnya, hal yang sensitif seperti ini tidak penting untuk diatur. Sebab, masalah sensitivitas manusia bisa diselesaikan dengan pendidikan dan saling memahami.
“Kalau gitu jangan masalahkan kalau masing-masing umat menolak umat lain beribadah, termasuk bangun rumah ibadah a.n. terganggu? Bisa kok saling memahami,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: