Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bertentangan dengan Gelaran Pilkada 2020, Muncul Petisi Tolak Penundaan Pemilu 2024

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 03 Maret 2022, 13:46 WIB
Bertentangan dengan Gelaran Pilkada 2020, Muncul Petisi Tolak Penundaan Pemilu 2024
Pegiat Pemilu menolak perhelatan Pemilu 2024 ditunda dengan membuat petisi/Repro
rmol news logo Sikap tegas menolak penundaan Pemilihan Umum Serentak 2024 disampaikan sejumlah pegiat pemilu melalui petisi yang dibuat di change.org pada Kamis (3/3).

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustiyanti menerangkan, ada 7 organisasi pegiat pemilu yang menginisiasi petisi penolakan penundaan pemilu.

Di antaranya Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),
Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum, Universitas Andalas.

Sosok yang kerap disapa Ninis ini menyatakan, sikap ketujuh lembaga pegiat pemilu itu jelas menolak wacana penundaan pemilu yang makin kuat disampaikan sejumlah elite partai politik dna melibatkan orang dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurutnya, keinginan para elite itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia.

Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945 memastikan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali.

"Kesimpulannya, menunda Pemilu 2024 berarti melanggar hukum tertinggi Negara Republik Indonesia," ujar Ninis dalam keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (3/3).

Lebih lanjut, Ninis mengaku khawatir apabila mayoritas pblik tak bersuara lantang menolak penundaan pemilu yang bakal berimbas pada perpanjangan masa jaatan presiden. Karena, dia melihat adanya gerakan para elite memperluas dukungan agar bisa mengubah konstitusionalitas pemilu berkala dan pembatasan masa jabatan presiden.

"Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945 bertuliskan, usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 sedangkan mengubahnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR," ungkap Ninis.

"PKB, Golkar, dan PAN hanya membutuhkan satu atau dua partai lagi untuk mengusulkan amandemen konstitusi bersama DPD, lalu koalisi DPR yang amat besar pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, lebih dari cukup untuk melancarkan amandemen," sambungnya.

Kendati begitu, Ninis menilai apabila amandemen terlaksana maka itu hanya akal-akalan belaka dari para elite, karena sangat bertentangan dengan konstitusionalisme pembatasan kekuasaan melalui limitasi masa jabatan yang lahir dari sejarah perjalanan bangsa dan merupakan amanat reformasi.

Adapun jika para elite politik berhasil mewujudkan itu maka Indonesia melanggar prinsip-prinsip universal negara demokrasi. Pasal 25 (b) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) bertuliskan: To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors.

"Kemutlakan aspek Pemilu berkala ini pun ditegaskan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) dalam rumusan 'International Obligations for Elections' sebagai panduan kerangka hukum pemilu bagi negara demokrasi," paparnya.

Lebih dari itu, Ninis juga menganggap alasan penundaan pemilu yang dilontarkan para elite parpol sama sekali tak masuk akal. Sebabnya, pada gelaran Pilkada Serentak 2020 lalu mereka masuk ke dalam kelompok yang menolak adanya penundaan karena alasan Covid-19.

"Alasan ekonomi pada konteks Covid-19 pun bertentangan dengan praktik pemerintahan sebelumnya, pada Pilkada 2020, korban infeksi dan nyawa dari wabah korona ada dalam keadaan puncak. Para akademisi lintas bidang, tenaga medis, NGO, Ormas keagamaan lintas iman, dan mahasiswa, meminta penundaan Pilkada 2020," tuturnya.

"Keadaan ekonomi warga dan APBN/D dalam keadaan buruk karena terdampak Covid-19. Tapi, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan Pilkada 2020," tandas Ninis. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA