Anggota Presidium Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan mengatakan, saat ini masyarakat sedang dihadapkan dengan persoalan kelangkaan minyak goreng.
"Indonesia adalah negeri terbesar perkebunan sawit di dunia, namun kelangkaan minyak goreng ini ironis. Kerja sama PBNU dengan korporasi sawit ini jelas-jelas tidak peka terhadap penderitaan rakyat hari ini," kritik Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/3).
Dari sisi lingkungan, kondisi juga tak kalah memprihatinkan. Kebakaran hutan, deforestasi jutaan hektare hutan tropis juga menjadi imbas yang cukup parah akibat konflik agraria dewasa ini.
Belum lagi ekspansi besar-besaran sistem pertanian monokultur yang telah merusak ketersediaan pangan bagi masyarakat pedesaan. Beragam persoalan ini, kata dia, muncul akibat perkebunan sawit yang justru disokong dukungan dari PBNU.
"Pencetakan perkebunan sawit yang terus dilakukan hingga kini, jelas telah meminggirkan petani dan pertanian tradisional warga masyarakat kita. Ini dasar mengapa kerja sama PBNU dengan korporasi sawit bikin kecewa para nahdliyin dan aktivis lingkungan," tutupnya.
Baru-baru ini, PBNU melakukan kerja sama dengan para pengusaha sawit di Indonesia. Seperti penandatanganan
memorandum of understanding (MoU) dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
MoU tersebut berupa pendampingan kemitraan petani sawit warga NU yang diwujudkan dalam bentuk pembinaan oleh industri dan pendidikan dalam budidaya sawit.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: