Saat-saat seperti sekarang ini sangat tepat bagi Pemerintah meningkatkan penerimaan negara dari sektor Minerba. Jangan sampai berkah kenaikan harga batubara ini hanya dinikmati pengusaha. Tapi tidak membawa manfaat apa-apa bagi negara.
Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, kepada wartawan, Rabu (9/3).
"Jangan sampai muncul ketidakadilan, seperti resiko kenaikan harga migas langsung dibebankan kepada masyarakat berupa kenaikan BBM dan LPG. Sementara
windfall profit dari komoditas batubara hanya dinikmati pengusaha yang tambah kaya di tengah penderitaan masyarakat," tegas Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga meminta pemerintah menetapkan konsep
sharing the pain atas kondisi yang ada. Beban harus ditanggung bersama terutama oleh para pengusaha dan BUMN sehingga masyarakat tidak semakin tertekan.
Soal pajak ekspor batubara, Mulyanto mengingatkan bahwa pada 2006 pernah diterapkan sebesar 10 persen. Namun kemudian dihapus. Hal ini sangat mungkin diberlakukan kembali mengingat harga jual batubara sedang naik dan kondisi keuangan negara sedang kembang-kempis.
"Atau paling tidak Pemerintah segera menaikan besaran royalti batubara, yang bersifat progresif sesuai harga batubara dunia. Jangan dipatok stabil pada angka 13,5 persen," katanya.
Menurut Mulyanto, kebijakan ini perlu dibuat agar ekonomi lebih berkeadilan. Nantinya uang dari si kaya digunakan sebagian untuk membantu yang miskin. Apalagi batubara ini adalah SDA berkah dari Tuhan yang dikuasai negara.
"Pengusaha tinggal keruk, jual dan jadi cuan. Jangan sampai berkah SDA ini hanya membuat segelintir orang menjadi superkaya secara ekstraktif di tengah kemiskinan rakyat pada umumnya," tegasnya.
"Peningkatan penerimaan negara dari batubara ini dapat digunakan untuk membayar subsidi dan kompensasi energi. Dari energi untuk energi," tandas Mulyanto.
Ekspor batubara Indonesia sendiri terus meningkat baik volume maupun penerimaannya. Pada 2020 ekspor batubara Indonesia sebanyak 342 juta ton dengan penerimaan sebesar 14.5 miliar dolar AS.
Pada 2021 naik menjadi 346 juta ton dengan penerimaan sebesar 26,5 miliar dolar AS. Padahal saat itu harga masih di bawah 100 dolar AS per ton. Bisa dibayangkan lonjakan penerimaan pada 2022 dengan harga batubara yang mendekati 450 dolar AS per ton.
Saat ini royalti batubara sebesas 13,5 persen untuk pemegang IUPK (izin usaha penambangan khusus) dan pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertanbangan Batubara).
Sementara untuk pemegang IUP (izin usaha penambangan) tergantung jenisnya dikenai royalti sebesar 3, 5, dan 7 persen. Semua angka royalti tersebut tetap tidak tergantung pada kenaikan harga batubara dunia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: