Bagaimana tidak, Luhut yang mengklaim itu berdasarkan
big data dari 100 juta pengguna media sosial menginginkan Presiden Joko Widodo untuk menjadi Presiden lagi, justru di saat bersamaan harga-harga bahan pokok membumbung tinggi.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu (12/3).
"Klaim LBP soal
big data sangat berbahaya, sepertinya negara ini berada dalam situasi genting di mana banyak pejabat tinggi justru ngomong sembarangan, klaim mengatasnamakan rakyat namun kenyataan berbalik 180 derajat, justru rakyat menderita karena ketidak sanggupan pemerintah mengendalikan keberadaan dan liarnya harga sembako," kata Satyo Purwanto.
Meski banyak elemen masyarakat bahkan parpol besar dengan tegas telah menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden, kata Satyo, namun LBP dan beberapa pejabat tinggi negara seolah tidak mempedulikan itu semua.
Menurutnya, alasan-alasan yang dikemukakan agaknya harus dibuktikan secara ilmiah supaya rakyat semakin sadar bahwa itu hanyalah "akal-akalan" belaka.
"Jangan-jangan data tersebut malah data basi? terkait pilkada Desember 2020 lalu saat corona sedang '
hot-hotnya' sementara pemerintah ngotot menggelar Pilkada," tegas Satyo.
Sementara itu, lanjutnya, fakta berbeda juga sudah disampaikan oleh beberapa lembaga survei nasional yang kredibel. Alhasil, menunjukkan bahwa mayoritas responden yang merasa puas dengan kinerja Presiden Jokowi pun justru menolak wacana penundaan Pemilu 2024.
"Bahkan ada lembaga survei yang sudah memprediksi akan sangat mungkin terjadi
chaos bila pemerintah ngotot menunda Pemilu 2024," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: