Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Para Politisi Diminta Tidak Tekan Presiden untuk Tunda Pemilu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 16 Maret 2022, 12:21 WIB
Para Politisi Diminta Tidak Tekan Presiden untuk Tunda Pemilu
Ilustrasi/Net
rmol news logo Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis (PPJNA) '98 meminta para politisi tidak menekan Presiden Joko Widodo untuk menunda Pemilu 2024 hanya untuk mereshufle kabinet.

Begitu disampaikan Ketua Umum PPJNA '98, Anto Kusumayudha, melalui keterangannya, Rabu (16/3).

Menurut Anto, tidak ada alasan logis, konstitusional, fakta sosial-politik, serta sikap ambigu parpol terhadap jadwal Pemilu yang dapat diterima akal sehat atas wacana penundaan tersebut.

Hal yang menjadi perdebatan itu dinilai membuat banyak pihak membawa kedunguan massal yang sengaja menciptakan kegaduhan dan memojokkan presiden seakan-akan terlibat pada persoalan tersebut.

"Apalagi keikutsertaan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dalam proses tersebut," tuturnya, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

Oleh karena itu, lanjut Anto, tidak ada alasan dan dasar yang cukup untuk menunda penyelenggaran Pemilu, selain hanya menimbulkan kegaduhan.

Dirinya berpendapat, isu penundaan Pemilu semata-mata hanya mengenai LBP dan parpol yang ingin mendikte presiden terkait reshufle kabinet yang sebelumnya sempat akan dilakukan.

Selain isu penundaan Pemilu, pihaknya juga meminta pendanaan dan keterlibatan asing dalam pembangunan Ibukota Negara (IKN) Nusantara dihentikan. Sebab, IKN merupakan simbol kedaulatan nasional dan tempat bagi Kepala Negara dan Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

"Apa jadinya kedaulatan kita dan kemandirian bangsa ini, jika pembangunan IKN bersumber dari pendanaan asing. Ini sama halnya dengan penyerahan kedaulatan nasional dan bertentangan dengan UUD 1945 dan pembukaannya," papar Anto.

Maka dari itu, pihaknya meminta skema pendanaan asing dalam pembangunan IKN Nusantara dihentikan.

Terkait IKN, aktivis '98 Jabar, Hasanuddin menambahkan, pemerintah harus segera mengganti status Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi Daerah Istimewa (DI) Jakarta. Hal itu perlu segera dilakukan agar tidak terjadi dualisme IKN.

"Telah diputuskan UU baru Ibukota Negara menjadi IKN Nusantara  maka sudah saatnya di proses perubahan status DKI Jakarta menjadi Daerah Istimewa Jakarta," tutup dia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA