Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengakuan Warga Cijayanti, Polisi Tidak Gubris Laporan Tindakan Premanisme Diduga Dilakukan Sentul City

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Kamis, 17 Maret 2022, 18:18 WIB
Pengakuan Warga Cijayanti, Polisi Tidak Gubris Laporan Tindakan Premanisme Diduga Dilakukan Sentul City
Komisi III DPR saat mendengar aspirasi warga Bojong Koneng dan Cijayanti terkait konflik tanah oleh Sentul City/RMOL
rmol news logo Seorang warga Cijayanti yang menjadi korban perampasan lahan oleh pihak Sentul City, Esther Alfrida Pasaribu menceritakan dirinya sempat melaporkan adanya tindakan premanisme yang dilakukan oleh pihak pengembang Sentul City kepada aparat kepolisian. Ia mengaku laporan itu tidak digubris oleh aparat setempat.

Hal itu disampaikan Ester ketika rapat dengar pendapat warga Bojong Koneng dan Cijayanti dengan Komisi III DPR RI di Desa Bojong Koneng, dan Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/3).

Esther memiliki lahan di Cijayanti yang akan dibangun rumah panti jompo milik keluarganya, seluas kurang lebih 10 hektar. Lantas, dirinya malah disomasi oleh pihak Sentul City lantaran dianggap tidak memiliki dokumen lahan yang ditempatinya.

Pihaknya sempat melaporkan perkara tersebut kepada aparat kepolisian, namun ketika melapor Esther malah tidak mendapatkan respons positif dari polisi.

"Saya disomasi oleh Sentul (City). Pada saat dirusak pagar saya, saya lapor ke polisi, polisinya juga tidak menanggapi sama sekali. Pohon semuanya dihancurkan dan sekarang tanah garapan kami disewakan lagi kepada pak haji katanya,” kata Esther di lokasi.

Kemudian, dia sempat menemui seorang petinggi Polri bernama Brigjen Junior Tumilaar, yang ikut berjuang bersama warga Bojong Koneng dan Cijayanti dengan membantu warga melaporkan tindakan tersebut kepada Komisi III DPR RI.

"Di situ banyak sekali aktivitas beliau yang membantu kami yang menyemangati kami di sini. Kami juga diajak bersilaturahmi ke desa dan di situ juga pada saat itu ada kepala desa sama camat dan itu kondusif suasanya pak,” ceritanya.

Ia mengaku bingung mengapai Brigjen Junior Tumilaar yang membantu masyarakat justru harus mendapat perlakuan penahanan oleh pihak Mabes TNI.

Esther mengaku sudah meminta maaf kepada KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman ihwal warga yang tidak memahami prosedur pertanahan di Indonesia.

“Kami harus minta bantuan ke TNI pada  saat itu. Karena kami melaporkan ke polisi harus teriak-teriakk. Tanah kami digusur. Saya lapor, harus teriak di kantor polisi sampai dua jam baru saya diterima melapor,” ucapnya.

"Dan sampai sekarang belum ditindaklanjuti. Polres bapak kalau Polsek (kasus) tanah tidak mereka terima,” tutupnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA