Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bicara Konflik Laut Natuna Utara, Ketua Umum JMSI: Kurang Shahih Kalau Belum ke Natuna

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Sabtu, 19 Maret 2022, 18:10 WIB
Bicara Konflik Laut Natuna Utara, Ketua Umum JMSI: Kurang Shahih Kalau Belum ke Natuna
Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa/RMOL
rmol news logo Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa merasa belum shahih alias belum sempurna apabila dirinya belum menginjakkan kaki di Pulau Natuna ketika kini sudah berada di Kota Batam, Kepulauan Riau.

Pasalnya, Teguh yang juga Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang konsentrasi terhadap studi politik Asia Timur itu kerap membahas isu seputar Laut China Selatan yang belakangan ramai diperbincangkan.  

Hal itu disampaikan Teguh Santosa saat memberikan sambutan dalam acara bertajuk "Diskusi Literasi Anti Korupsi" yang digagas Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), pada Sabtu siang (19/3).

Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi daerah antara lain; Walikota Batam, Rudy; Bupati Karimun, Aunur Rafiq; Wakil Walikota Batam, Amsakar Ahmad; serta pejabat daerah Kepri.

"Saya sampaikan kepada Pak Rudy, saya ini juga dosen Pak. Jadi, saya sering bicara juga mengenai resolusi konflik. Kurang shahih kalau selalu bicara tentang dispute di Laut China Selatan di hadapan mahasiswa saya, manakala saya belum pernah menginjakkan Pulau Natuna," kata Teguh.

"Jadi, Saya gunakan kali ini kesempatan ke Batam untuk jalan-jalan ke Natuna hari Senin, hari Minggu nanti kita akan ke Penyengat Pak," sambungnya.

Teguh menguraikan, persoalan di Laut China Selatan yang sering dibicarakan belakangan ini adalah tentang agresivitas negara tetangga, terutama Republik Rakyat China (RRC) yang memang memiliki jalan pikiran sendiri mengenai peta bumi.

Menurut Teguh, RRC memiliki pemahaman sejarah sendiri terkait Laut China Selatan. Mereka mengklaim perairan yang kini adalah Laut Natuna Utara, sebagai wilayah perairan tradisional mereka.

Padahal, masih kata Teguh, di tahun 1982 RRC termasuk pihak yang menandatangani perjanjian UNCLOS' 1982 dan mengakui batas-batas wilayah teritorial perairan di Laut China Selatan.

"Tetapi memang dunia ini adalah sebuah entitas yang sangat dinamis dan sekarang itu yang sedang terjadi Republik Rakyat Cina sedang berusaha menulis ulang," urainya.

Namun, sambung Teguh, pada 2017 lalu Indonesia sudah mengembangkan peta baru dan memberikan nama Laut Natuna Utara, tepatnya di utara Pulau Natuna.

"Tetapi kelihatannya ada ketidaksetujuan, dan hanya dalam waktu 1 bulan seingat saya, karena Juli 2017 kita umumkan, Agustus 2018 Kemlu Republik Rakyat China kirim surat protes kepada Kemlu kita mengenai penggunaan nama Laut Natuna Utara, karena mereka menginginkan agar laut itu tetap Laut China Selatan," kata Teguh lagi.

Atas dasar itu, CEO RMOL Network ini, merasa belum shahih lantaran dirinya belum pernah menginjakkan kaki di Pulau Natuna Utara di saat kini dirinya berada di Kota Batam, Kepri.

"Jadi frontline-nya ada di Natuna, kurang shahih kalau saya selalu bicara tentang dispute di Laut China Selatan di hadapan mahasiswa saya manakala saya belum pernah menginjakkan pulau Natuna," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA