Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

La Nyalla: Usai Amandemen 2002, Demokrasi Berubah Jadi dari Rakyat, oleh Partai, untuk Kekuasaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 29 Maret 2022, 10:58 WIB
La Nyalla: Usai Amandemen 2002, Demokrasi Berubah Jadi dari Rakyat, oleh Partai, untuk Kekuasaan
Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti/Net
rmol news logo Kasak kusuk isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang dimainkan oknum politik di lingkaran Presiden Joko Widodo dikhawatirkan berujung pada rencana terselubung mengamandemen UUD 1945.

Kemungkinan tersebut menjadi konsen Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti untuk supaya tidak ada rencana jahat dari oknum-oknum yang memaksa mengubah konstitusi negara demi memperpanjang masa jabatan presiden.

Pasalnya, La Nyalla berkaca pada amandemen UUD 1945 yang keempat yang berlangsung antara 1 Agustus hingga 11 Agustus 2002. Di mana menurutnya, kejadian tersebut justru semakin memupus nilai-nilai luhur demokrasi.

"Demokrasi di Indonesia sejak amandemen UUD 1945 tahun 2002 telah berubah arti. Bukan lagi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, tetapi telah berubah dari rakyat, oleh partai dan untuk kekuasaan," ujar La Nyalla dalam Dialog Kenegaraan LP3ES bertajuk "Penundaan Pemilu, Kemunduran Demokrasi atau Terobosan Demokrasi", yang digelar virtual pada Senin (28/3).

Sebagai buktinya, La Nyalla mengutip temuan lembaga riset dan analisis internasional multi isu, Intelligence Economist Unit (IEU), yang secara umum menyatakan demokrasi di Indonesia berada dalam status "demokrasi cacat" karena dua indikator, yakni budaya politik dan kebebasan sipil

Dia menjabarkan, budaya politik yang tidak baik terlihat dari polarisasi yang tajam dari keterbelahan masyarakat sipil yang terjadi sejak 2014 hingga hari ini.

"Ini menjadi salah satu penyebab kemunduran demokrasi di Indonesia. Banyak terjadi kegaduhan sosial di masyarakat di mana masyarakat saling persekusi, saling melaporkan ke ranah hukum seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran," katanya.

La Nyalla melihat, hal tersebut menjadi semakin parah ketika ruang-ruang dialog sangat dibatasi dan dipersekusi, baik oleh pressure group ataupun dibatasi secara resmi oleh institusi negara.

Contoh lainnya, dipaparkan La Nyalla, adanya berbagai sweeping bendera, kaos, hingga pembubaran ruang diskusi yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan di negara demokrasi, tetapi lebih pada tradisi barbar, yang menyebabkan sejumlah institusi demokrasi internasional menyatakan bahwa indeks demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran.

Dia menilai, penyebab dari berbagai hal di atas hanya karena partai politik menetapkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Akibatnya pasangan calon yang dihasilkan terbukti sangat terbatas.

"Dari dua kali pemilu Indonesia hanya menghasilkan dua pasangan capres/cawapres sehingga dampaknya terjadi polarisasi yang cukup tajam," tuturnya.

Maka dari itu, La Nyalla menyatakan bahwa isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode harus ditolak mentah-mentah. Karena hal ini diprediksi akan makin memperburuk indeks demokrasi Indonesia yang mulanya disebabkan amandemen konstitusi keempat.

"Itulah akibat dari “kecelakaan” amandemen konstitusi 2002 yang memberi ruang terlalu besar kepada partai politik, sehingga terjadi parpol menjadi tirani baru yang bekerja dengan pola zero sum game," demikian La Nyalla. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA