Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bertentangan dengan Rencana Pengurangan Emisi Karbon, Aktivis Lingkungan Soroti Rencana Perpanjangan Izin Tambang Batubara Adaro

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 31 Maret 2022, 22:04 WIB
Bertentangan dengan Rencana Pengurangan Emisi Karbon, Aktivis Lingkungan Soroti Rencana Perpanjangan Izin Tambang Batubara Adaro
PT Adaro Energy Indonesia Tbk/Net
rmol news logo Rencana perusahaan tambang terbesar di Indonesia, PT Adaro Energy Indonesia Tbk, yang memperpanjang kontrak pertambangan batubara, menjadi sorotan aktivis lingkungan hidup.

Kontrak tambang batu bara alias Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Adaro Indonesia bagian dari PT Adaro Energy Indonesia Tbk berakhir pada 1 Oktober 2022. Perusahaan tambang batubara ini telah mengajukan izin perpanjangan kontrak PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan sedang dalam proses evaluasi.

Pada posisi ini, Pemerintah Indonesia dalam KTT Iklim COP 26 di Glasgow tahun lalu mengumumkan mempertimbangkan percepatan penghentian penggunaan batubara hingga tahun 2040.

Aktivis organisasi lingkungan hidup, Siti Shara menilai, percepatan penghentian penggunaan batubara dalam jangka waktu menengah (RPJMN) ini perlu diwujudkan dengan penghentian perpanjangan izin, atau bila masih diperpanjang wilayah dan produksi jauh lebih jauh rendah agar target emisi global sesuai Kesepakatan Iklim Paris dapat tercapai.

Dengan rencana perpanjangan kontrak, bagi Shara, Adaro Energy Indonesia Tbk telah berlebihan dalam pemakaian budget karbon untuk mencapai Kesepakatan Iklim Paris, berkontribusi dalam pelanggaran pembatasan produksi batubara RPJMN pun 2015-2019.

Dalam RPJMN 2015-2019, target produksi batubara per tahunnya rata-rata 400 juta ton dengan rincian yaitu tahun 2015 sebanyak 425 juta ton, 2016 sebanyak 419 juta ton, 2017 sebanyak 413 juta ton, 2018 sebanyak 406 juta ton, dan 2019 sebanyak 400 juta ton.

"Rincian tersebut menunjukkan tren yang menurun. Namun realisasinya justru terbalik, produksi batubara nasional menunjukkan tren yang meningkat dan melampaui target dengan rincian yaitu tahun 2015 sebanyak 461,57 juta ton, 2016 sebanyak 456,2 juta ton, tahun 2017 sebanyak 461,25 juta ton, tahun 2018 sebanyak 557,77 juta ton, dan tahun 2019 sebanyak 616,16 juta ton," kata Shara dalam keterangannya, Kamis (31/3).

Produksi batubara Adaro selalu melebihi 50 juta ton dan menunjukkan tren yang meningkat sejak 2015 hingga 2021. Kata Shara, seharusnya Adaro bisa menekan angka produksi untuk mendukung pengurangan emisi karbon.

"Adaro telah menggunakan budget karbon yang tinggi pada tahun 2015 hingga 2019, dan sudah semestinya Adaro menurunkan angka produksinya. Sebagai perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, dengan 12 persen, sangat signifikan dalam target pengurangan emisi," terangnya.

Masih kata Shara, aktivis organisasi lingkungan juga mengacu pernyataan Wakil ketua Komisi III DPRD Tabalong yang memenilai perpanjangan PKP2B Adaro dinilai belum memenuhi syarat karena reklamasi baru dilakukan 18 persen. Pada posisi ini, Adaro meminta tambahan waktu hingga 2023 untuk menyelesaikan reklamasi galian bekas tambang.

"Sedangkan sesuai UU 3/2020 tentang Pertambangan, pengusulan perpanjangan kontrak ini harus didahului reklamasi lahan bekas galian tambang terealisasi 100 persen," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA