Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ingatkan Pengalaman BPPN, Hardjuno: Valuasi Aset Sitaan Satgas BLBI Jangan Sekadar Perkiraan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Minggu, 03 April 2022, 21:42 WIB
Ingatkan Pengalaman BPPN, Hardjuno: Valuasi Aset Sitaan Satgas BLBI Jangan Sekadar Perkiraan
Sekretaris Jenderal Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho/RMOL
rmol news logo Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengklaim Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah menyita aset tanah para obligor dengan nilai Rp 19,1 triliun, menuai kritik. Pasalnya, klaim Mahfud MD itu didasarkan pada sitaan berupa tanah.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, sejak Satgas BLBI dibentuk hingga saat ini, telah berhasil menyita sejumlah aset dan nilainya mendekati Rp 20 triliun.

“Sampai saat ini, Satgas BLBI sudah berhasil menyita aset tanah sebesar 19.988.942,35 meter persegi yang kalau dinilai dengan uang seluruhnya dengan perhitungan konservatif dengan hitungan rata-rata sebesar Rp 19.134.633.815.293 rupiah,” ujar Mahfud.

Bagi Sekretaris Jenderal Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho, klaim Mahfud MD bahwa Satgas telah menyita aset obligor sebanyak 19 juta meter dengan perhitungan rata-rata nilainya Rp 19,1 triliun adalah pernyataan berbahaya dan berimplikasi hukum.

Pandangan Hardjuno, aset sitaan, bukanlah sitaan tunai dan belum masuk kas negara sehingga belum bisa dihitung.

Kata dia, Mahfud MD seharusnya paham bahwa nilai aset yang disita itu tidak mencerminkan nilai sebenarnya lantaran adanya pasang surut harga tanah.

Satgas BLBI, lanjutnya, juga harus ingat pada pengalaman Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang melakukan kekeliruan, yakni perkiraan nilai aset sudah dihitung sebagai nilai pembayaran hutang.

"Namun setelah dijual, ternyata nilai tunai hanya 5 persen dari perkiraan," ujar  Hardjuno Wiwoho dalam diskusi "Mengurai Benang Kusut BLBI", di Jakarta, Minggu  (3/4).

Sehingga, katanya, kalau ada pihak-pihak yang menyatakan sitaan tanah itu nilainya sekian dan ternyata setelah dilelang nilainya jauh dari perkiraan, hal itu bisa disebut sebagai korupsi karena merugikan negara.

“Ingat BPPN menerima aset lalu sudah dikatakan nilainya sekian-sekian, hutang obligor lunas, dikasih SKL (Surat Keterangan Lunas). Ternyata setelah dijual nilainya hanya 5 persen dari perkiraan. Ini siapa yang tanggungjawab? Seharusnya bisa disebut sebagai korupsi karena rugikan negara, ini kesalahan fatal yang jangan diulang lagi,” bebernya.

Hardjuno menegaskan, Satgas BLBI jangan pernah menilai dari valuasi aset seperti tanah yang disita, karena bisa saja nilainya di-mark up. Yang harus dinilai adalah ketika aset tersebut sudah dijual dan hasil penjualannya sudah disetorkan ke kas negara sebagai pengembalian kerugian negara.

“Jadi jelas, angka klaim Satgas BLBI sudah sukses menyita aset sebesar Rp 19,1 trilliun itu hanyalah angka perkiraan yang cenderung kosong melompong. Tanah-tanah sitaan yang dulu diklaim Rp 9,8 triliun itu dan sekarang tambah lagi ini, kita perkirakan jika dilelang nilainya tak lebih dari Rp 1 sampai 2 triliun,” tandas Hardjuno. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA