Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

GMNI Usul Pemerintah Segera Bentuk BUMN CPO dan Minyak Goreng

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Selasa, 12 April 2022, 16:58 WIB
GMNI Usul Pemerintah Segera Bentuk BUMN CPO dan Minyak Goreng
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino/Net
rmol news logo Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) mengeluarkan policy paper berupa rekomendasi bagi Pemerintah dalam tata kelola industri Crude Palm Oil atau minyak sawit (CPO) khususnya produk turunan minyak goreng.

Policy Paper dibuat oleh DPP GMNI setelah mengadakan Webinar yang menghadirkan Kementerian Perindustrian, Satgas Pangan Polri dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Webinar itu menbahas produksi dan distribusi minyak goreng.

Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengatakan, kenaikan harga minyak goreng tidak bisa dilepaskan dari kondisi struktur usaha kelapa sawit. Di Indonesia, pola kepemilikan dan pengusahaan kelapa sawit relatif terkonsentrasi pada segelintir kelompok pelaku usaha yang dominan.

Arjuna mengungkpan data dari publikasi perkumpulan Transformasi Untuk Keadilan (TUK) Indonesia. Di data itu disebutkan bahwa 25 grup usaha besar menguasai 51 persen atau 5,1 juta hektar lahan kelapa sawit di Indonesia.

Lalu, Kementerian Pertanian mencatat, luas perkebunan minyak kelapa sawit mencapai 15,08 juta hektare pada 2021. Dari 15,08 juta hektare, mayoritas dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) yaitu seluas 8,42 juta hektare (55,8 persen).

Kemudian, Perkebunan Rakyat (PR) seluas 6,08 juta hektare (40,34 persen) dan Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 579,6 tibu hektare (3,84 persen).
 
"Dalam pola pemilikan dan pengusahaan industri minyak goreng sawit di Indonesia, banyak perusahaan minyak goreng yang terintegrasi dengan perkebunan CPO, dimana 66 persen perusahaan minyak goreng yang terintegrasi dengan perkebunan CPO," demikian catatan penting tertulis yang disampaikan Arjuna kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (12/4).

GMNI, dikatakan Arjuna menganalisa bahwa kondisi itu membuat kebijakan DMO untuk menekan harga minyak goreng berjalan tidak efektif. Sebab, hampir 70 persen industri minyak goreng sawit di Indonesia memiliki karakteristik pola pengusahaan yang terintegrasi secara vertikal.
 
Bacaan GMNI, industri minyak goreng sawit dalam negeri cenderung akan melakukan tindakan consious parallelisme dalam menetapkan harga minyak goreng yakni, menggunakan informasi pasar pergerakan harga input (CPO) internasional dalam menetapkan harga jual minyak goreng di pasar domestik.

"Sedangkan pada saat terjadi penurunan harga CPO di pasar dunia, diduga terjadi asymetric price transmission. Ini terlihat dari semakin melebarnya selisih antara harga CPO dengan harga minyak goreng," jelas Arjuna.
   
Selain itu, DPP GMNI juga menyoroti program B20 atau pencampuran 20 persen Biodiesel dengan 80 persen bahan bakar minyak jenis solar. Di mata DPP GMNI, program B20 membuat konsumsi CPO untuk biodesel meningkat pesat.

Jika dihitung, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, produksi CPO pada Januari 2022 mencapai 3,862 juta ton dan minyak inti kelapa sawit (PKO) 365.000 ton.

Dalam pandangan DPP GMNI, dengan kondisi itu berpotensi mengganggu rantai pasok bahan baku minyak goreng. Padahal, program biodesel membuat subsidi dana pungutan ekspor CPO lebih dari 80 persen diberikan untuk insentif program B20.

"Petani sawit belum menikmati dana subsidi tersebut secara maksimal. Dan, menyebabkan perusahaan CPO lebih suka mengalokasikan CPO nya untuk program biodesel karena mendapat subsidi yang besar," demikian kritik Arjuna.

Atas kondisi objektif persawitan di Indonesia itu, DPP GMNI mengusulkan adanya pembatasan kepemilikan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit untuk korporasi besar dan redistribusi lahan sawit kepada perkebunan sawit rakyat.

Selain itu pemerintah perlu mencabut Program Mandatori Biodesel beserta Subsidi Biodesel dari Hasil Pungutan Ekspor CPO.

"Subsidi hasil pungutan ekspor diprioritaskan untuk peremajaan sawit rakyat. dan Pemerintah haru lakukan audit dan pembenahan Supply-Chain minyak goreng," demikian rekomendasi resmi DPP GMNI.

Tidak hanya itu, DPP GMNI meminta aparat penegak hukum menindak tegas oknum mafia CPI dan mafia minyak goreng.

Terakhir, DPP GMNI meminta Pemerintah segera membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disektor pengolahan CPO dan Minyak Goreng sawit.

"Agar nasib 200 juta lebih masyarakat indonesia tidak bergantung pada segelintir korporasi swasta," pungkas Arjuna.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA