Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Semua Agama Mengajarkan Kebaikan, DPP Permana: Terorisme Tak Punya Agama

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 15 April 2022, 16:33 WIB
Semua Agama Mengajarkan Kebaikan, DPP Permana: Terorisme Tak Punya Agama
Dialog kebudayaan bertema "Junjung Tinggi Nilai Kearifan Lokal, Tingkatkan Pemahaman Spiritual, Rajut Persatuan: Cegah Intoleransi & Radikalisme Agama" di ITB Ahmad Dahlan/Ist
rmol news logo Semua agama sejatinya mengajarkan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antarumat beragama. Sehingga, tindakan intoleransi, radikalisme, dan terorisme di Indonesia dianggap tidak mempunyai agama.

Begitu ditegaskan oleh Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Pergerakan Milenial Nusantara (Permana), Khoirul Abidin, saat menggelar dialog kebudayaan dan buka puasa bersama dalam rangka menyuarakan budaya persatuan, keberagamaan, toleransi dan moderasi beragama.

Kegiatan yang diselenggarakan di Gedung Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), pada Rabu (13/4) itu disambut dengan antusias oleh 300 peserta.

Khoirul Abidin atau akrab disapa Cak Abid mengatakan, terdapat dua hal yang mendasari kegiatan bertema "Junjung Tinggi Nilai Kearifan Lokal, Tingkatkan Pemahaman Spiritual, Rajut Persatuan: Cegah Intoleransi & Radikalisme Agama" tersebut.

Pertama, diskursus moderasi beragama menjadi isu sentral yang banyak mendapat perhatian publik ketika munculnya pandangan pemahaman keagamaan ekstrem dari sebagian kelompok dalam mengartikulasikan praktik agama.

"Hal kedua yang dijadikan dasar dalam kegiatan ini, yaitu mengajak generasi milenial untuk turut terlibat aktif melakukan counter attack konten negatif yang merajalela terkait bahaya laten intolernasi dan radikalisme sekaligus menyebarkan dakwah Islam berkemajuan dan moderat," ujar Cak Abid dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (15/4).

Cak Abid yang juga pengurus DPD IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) DKI Jakarta ini menilai, untuk menentang segala tindakan intoleransi, radikalisme, dan terorisme di Indonesia, harus dipahami bahwa semua agama sejatinya mengajarkan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antarumat beragama.

"Ekstremisme beragama seringkali disebabkan oleh pola pikir ekstrem (tatharruf) dalam memahami teks-teks keagamaan secara rigid, tekstual dan skripturalis, tanpa mempertimbangkan dinamika historis, aspek maslahah dan maqashid beragama," kata Cak Abid.

"Terorisme tak punya agama, jangan berikan ruang sedikitpun untuk mereka dan harus diberantas sampai ke akar-akarnya," sambung Cak Abid menutup.

Sementara itu, Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayendra Eka Wardhana menegaskan, sikap moderat dan moderasi beragama merupakan suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan.

"Kelompok intoleransi memanfaatkan media menjadi ladang kejahatan dalam peradaban saat ini, mereka berlindung di balik jubah agama dengan melakukan kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian, caci maki, dan hoax yang mengatasnamakan agama adalah sebuah sikap kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu," papar Mayendra.

Mayendra menjelaskan, moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagaman di tengah-tengah desakan ketegangan, seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama.

Sehingga, lanjut Mayendra, komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri, dan pada gilirannya, dapat merusak kehidupan bermasyarakat dan merongrong semangat rasa persatuan berbangsa dan bernegara.

"Kami Densus 88 Antiteror Polri terus mengupayakan untuk memberantas segala bentuk pemahaman yang mengarahkan pada paham radikalisme, aksi terorisme, dan segala bentuk penyelewengan yang memecah belah umat," tegas Mayendra.

Selanjutnya, Wakil Rektor II ITB Ahmad Dahlan, Yayat Sujatna mengatakan, kalangan generasi milenial memiliki peran penting sebagai agen dalam moderasi beragama.

Moderasi dalam beragama, ujar Yayat, dapat terlihat melalui empat indikator. Yaitu adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleransi terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.

"Pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, dimana terdapat keberagaman masyarakat dengan latar belakang agama, sosial dan budaya yang berbeda-beda," kata Yayat. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA