Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Khawatirkan Kondisi Demokrasi pada 2024, Refly Harun Berharap Istana Tidak Kompak Soal Pilpres 2024

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 26 April 2022, 05:56 WIB
Khawatirkan Kondisi Demokrasi pada 2024, Refly Harun Berharap Istana Tidak Kompak Soal Pilpres 2024
Pakar hukum tata negara, Refly Harun/Net
rmol news logo Koalisi pendukung pemerintah diharapkan tidak kompak terkait sosok yang akan diajukan sebagai calon presiden atau wakil presiden. Karena hal ini justru bisa memicu kondisi demokrasi yang lebih buruk pada saat Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Saya pribadi menginginkan Istana jangan kompak. Kalau Istana terlalu kompak kasihan demokrasi 2024," ujar pengamat politik Refly Harun dalam video di kanal YouTube "Refly Harun" yang dikutip Redaksi, Selasa (26/4).

"Kalau kompak, khawatirnya dari rahim istana akan lahir satu dua calon yang sudah didesain di antara mereka. Siapapun yang menang mereka tetap menang, dan tidak ada kata kalah. Karena dua calon itu didesain mereka," imbuhnya.

Akan tetapi, fenomena terakhir, menurut Refly, sepertinya agak sulit terjadi. Karena Nasdem sepertinya sudah berancang-ancang akan mencalonkan Anies Baswedan. Kalau Anies dirangkul Nasdem, maka koalisi Istana diprediksi akan pecah.

Refly melihat, PKS atau Demokrat sejauh ini belum punya opsi lain selain tetap berada di luar Istana.

Nah, kalau Nasdem keluar Istana maka bisa terbentuk aliansi baru yang pasti bisa mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden. Dan besar kemungkinan itu adalah pasangan Anies, dan mungkin juga AHY, seandainya Demokrat ikut gerbong koalisi tersebut.

Sebab, lanjut pakar hukum tata negara ini, elektabilitas AHY sebagai calon wakil presiden juga cukup moncer, masuk di tiga besar setelah Sandiaga Uno, Ridwan Kamil.

"Pasangan Anies-AHY dari sisi elektabilitas cukup kuat untuk ditandingkan dengan pasangan Prabowo-Puan, misalnya," kata Refly.

Tapi, ditegaskan Refly, hal itu lebih baik bagi demokrasi di tanah air, ketimbang Istana kompak dengan penguasaan hampir 82 persen. Di mana Istana mampu merangkul semua partai politik.

"Hingga "menyandera" para ketua umum partai politik untuk mengajukan calon dari mereka saja dan mereka berbagi kue kekuasaan. Itu jangan sampai terjadi," tegasnya.

"Jadi kadang-kadang perpecahan elite di seputar kekuasaan ini menjadi blessing in disguise, menjadi rahmat yang tersembunyi," pungkas Refly Harun. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA