Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Atasi Masalah Minyak Goreng, KPK Usulkan Sistem Snank

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 27 April 2022, 10:27 WIB
Atasi Masalah Minyak Goreng, KPK Usulkan Sistem Snank
Ketua KPK, Firli Bahuri saat menghadiri pengukuhan pengurus JMSI Lampung/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia tidak tinggal diam dalam melihat kelangkaan minyak goreng di tanah air. Masukan dari hasil kajian turut disampaikan KPK kepada pemerintah, khususnya kepada Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Bulog untuk mengatasi masalah ini.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sebagai solusi nyata, Ketua KPK, Firli Bahuri menawarkan suatu pendekatan sistemik yang tidak saja menjadi solusi jangka pendek, tapi juga merupakan obat mujarab dalam jangka panjang.

Solusi yang ditawarkan merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh KPK. Kajian ini tidak saja hanya terbatas pada tata kelola minyak goreng, tapi juga terkait tata kelola bahan pokok, importasi, holtikultura, serta gula rafinasi.

“Saya sudah sampaikan, batubara sudah bisa kita selesaikan, selanjutnya tentu kita akan bahas tentang bagaimana ketersediaan dan ketercukupan bahan pokok termasuk holtikultura, minyak goreng dan gula rafinasi,” ujar Firli Bahuri di hadapan sejumlah media di sela acara Pengukuhan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung, Sabtu (23/4).

Menurut Firli, konsepsi tersebut sudah disampaikan oleh KPK kepada Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Airlangga Hartarto.

“Konsep kita sudah saya sampaikan kepada Menko Ekonomi, berupa kajian KPK terkait dengan tata kelola bahan pokok, importasi serta holtikultura. Selain itu saya sampaikan, kita perlu membahas tentang minyak goreng dan gula rafinasi,” tegasnya.

Kemenko Perekonomian menyambut baik. Mereka lantas melakukan rapat bersama yang dihadiri Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, dan Dirut perum bulog.

Dalam rapat tersebut, terungkap jika pemerintah telah melakukan upaya mengatasi kelangkaan minyak goreng dengan asumsi berapa produksi, berapa kebutuhan, dan berapa yang menjadi persediaan penyangga.

“Artinya kalau lihat dari paparan Menteri Perdagangan supply and demand itu cukup, bahkan lebih. Tapi fakta di lapangan kok terjadi kelangkaan, Ini hal yang kita bahas tadi,” sambung Firli.

Dia lantas mengurai sejumlah dugaan di balik kelangkaan minyak goreng. Pertama, untuk skala nasional, harga minyak goreng DMO lebih rendah dari harga pasar, serta harga dalam negeri lebih rendah dari harga luar negeri. Akibat terjadinya disparitas harga ini, mendorong produsen minyak goreng mencari harga yang lebih menguntungkan.

“Bisa saja orang menyimpan karena harga untuk minyak goreng DMO itu lebih rendah dari pada harga pasar. Ini hanya untuk di nasional. Sementara harga di Indonesia juga lebih rendah lagi bilamana dibandingkan dengan harga di luar negeri. Artinya bisa saja para pemilik perkebunan dan produsen minyak goreng itu bisa bermain karena disparitas harga itu,” ungkapnya.

Kedua, produsen menahan stok, yang dipicu harga DMO di bawah harga pasar. Untuk itu, pemerintah harus membuat aturan agar ini tidak terjadi.

“Bisa saja dimungkinkan adanya pelaku usaha baru, memanfaatkan harga yang DMO Rp 9.300 sementara harga pasar Rp 15.300 (selisih Rp 6000-an). Disini, pelaku-pelaku yang mencari keuntungan kan bisa,” terang Firli.

Guna meminimalisir terjadinya penyimpangan, maka Pemerintah harus membuat sistem informasi manajemen dengan membuat neraca komoditas.

Dalam rapat koordinasi tersebut, Firli menyampaikan sebuah solusi. Yakni dengan membuat sistem informasi terkait dengan neraca komoditas, dari mulai hulu sampai hilir. Mulai dari produsen, distributor, industri, konsumsi. Jadi tidak ada penyimpangan.

Sistem Nasional Neraca Komoditas (Snank) ini merupakan sistem yang terintegrasi, dengan sistem yang mencontoh Sistem Informasi Pengelolaan Mineral dan Batubara (Simbara). Sistem ini untuk melihat dan menentukan berapa kebutuhan dalam negeri, apakah untuk industri atau untuk konsumsi masyarakat.

Melalui Snank ini, pemerintah, aparat penegak hukum dan lembaga pengawas dapat mengetahui berapa produksi, kebutuhan, serta distribusi ke masyarakat dan industri.

“Sistem ini memudahkan pemantauan, berapa untuk produksi dan jumlah yang dihasilkan, berapa kebutuhannya, berapa untuk yang didistribusikan untuk masyarakat dan industri. Maka dengan begitu akan terjadi keseimbangan. Kalau barang produksi 1.000 distribusi lengkap itu 1.000 juga,” sebut Firli lagi.

“Jadi tidak ada lagi yang didasari asumsi, karena by data dan real time,” lanjutnya.

Dengan begitu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian bisa menentukan dengan tim ekonominya, berapa yang harus diekspor dan berapa untuk pemenuhan dalam negeri. Jadi prinsipnya kebutuhan nasional harus tercukupi, masyarakat tidak boleh dirugikan.

Sistem ini jika sudah berjalan akan bisa diawasi oleh masyarakat, bukan hanya KPK maupun kementrian terkait. Dari berapa produksi dalam negeri dan berapa kebutuhan masyarakat.

“Misal terjadi situasi harus impor, akan dimasukan juga datanya ke dalam sistem itu, impor darimana. Lalu siapa importirnya, ketika barang yang diimpor sudah datang untuk apa. Apakah digunakan untuk konsumsi masyarakat atau untuk industri,” terangnya lagi.

Firli memastikan sistem tersebut nantinya tidak  membuat orang sulit. Karena jika  sistem sulit, akan membuka peluang terjadinya korupsi, suap menyuap hingga gratifikasi.

“Kalau itu terjadi maka akan menjadi urusan KPK, kita tangkap siapapun juga,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA