Analis ekonomi Bhima Yudhistira menyampaikan, dampak negatif kenaikan suku bungan acuan tersebut tidak berdampak signifikan bagi Indonesia.
"Investor relatif sudah lakukan
price in terkait arah kenaikan bunga the Fed sehingga gejolak di pasar keuangan Indonesia relatif minim,†ucap Bhima kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (5/5).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) ini menuturkan, investor lebih mencermati kenaikan imbal hasil SBN yang diperkirakan terus meningkat sejalan dengan naiknya Fed rate. Selisih atau spread antara yield US treasury dengan SBN tenor 10 tahun juga terbilang masih jauh atau sebesar 4.05persen (2.94persen vs 6.99persen).
"Bagi investor menanam uang di Indonesia masih menarik. Dorongan penerimaan devisa dari boom komoditas juga membantu menahan gejolak kebijakan moneter Fed,†katanya.
Pihaknya menambahkan Bank Indonesia diperkirakan menaikkan bunga 25 bps sebagai respon naiknya suku bunga Fed. Juga sebagai langkah pre-emptives naiknya inflasi paska lebaran.
"Yang perlu jadi kekhawatiran adalah naiknya bunga pinjaman didalam negeri. Paling cepat penyesuaian suku bunga KPR dan kredit kendaraan bermotor,†katanya.
Menurutnya, bunga floating KPR diperkirakan akan naik tahun ini. Membuat milenial makin sulit punya rumah.
"Kredit modal kerja juga rentan mengalami kenaikan bunga sehingga
cost of fund pelaku usaha akan makin mahal. Jika kredit melambat maka pemulihan ekonomi bisa terganggu,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: