Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Imparsial: Sejak Awal Pembahasan UU Pengeloaan Sumder Daya Nasional Tidak Transparan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Jumat, 20 Mei 2022, 04:44 WIB
Imparsial: Sejak Awal Pembahasan UU Pengeloaan Sumder Daya Nasional Tidak Transparan
FGD yang diselenggarakan LBH Semarang dengan Imparsial dengan Thema "Darurat Militerisasi Sipil: Telaah Kritis Pembentukan Komponen Cadangan", Kamis (19/5)/Net
rmol news logo Proses pembahasan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara ini sedari awal sudah tidak transparan. Sebab, dibahas dalam waktu singkat di DPR dan terbukti kemudian secara substansi bermasalah.

Demikian pendapat yang disampaikan Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra, Kamis (19/5).

Ardi mengatakan bahwa Presiden Jokowi baru mengirimkan Surpres RUU PSDN ini ke DPR pada tanggal 17 Juli 2019 dan disahkan oleh DPR pada 26 September 2019.

"Artinya hanya ada waktu 70 hari bagi DPR membahas substansi draft RUU yang diajukan pemerintah," katanya dengan nada prihatin.

Hal ini disampaikan Ardi Manto Adiputra pada FGD yang diselenggarakan LBH Semarang dengan Imparsial dengan Thema "Darurat Militerisasi Sipil: Telaah Kritis Pembentukan Komponen Cadangan Melalui UU 23/2019 Tentang PSDN", Kamis (19/5).

Lebih lanjut Ardi Manto menilai, problem UU PSDN antara lain adalah problem substansinya yang mana  Komponen Cadangan yang berasal dari sumber daya alam dan sumber daya buatan  tidak melalui proses yang demokratis karena melanggar prinsip kesukarelaan, sementara hak atas properti telah dijamin oleh konstitusi.

Selain itu, sumber anggaran Komcad dalam UU ini juga dapat diperoleh dari APBD dan sumber lain yang tidak mengikat. Ini tentu sangat merugikan dan menambah beban pemerintah daerah yang sudah kewalahan dengan problem pembangunan di daerahnya.

Sementara itu, Direktur LBH Semarang Eti Oktaviani menilai UU PSDN ini cukup mengerikan karena mengatur tentang komponen cadangan yang berpotensi membuat konflik horizontal seperti zaman Soeharto.

Dikatakan Eti, jika kita kupas secara detail, seperti definisi ancaman dalam UU PSDN ini sangat luas dan tidak ada batasnya, dapat ditafsirkan oleh mereka yang berkepentingan.

Menurut  Eti Oktaviani ada beberapa ancaman dalam UU PSDN ini yakni tidak adanya definisi yang jelas. Selain itu, UU PSDN mengatur tentang banyak hal, tidak hanya komponen cadangan tetapi juga komponen pendukung, sarana dan prasarana lainnya yang disebut sebagai sumberdaya nasional yang dipersiapkan untuk pertahanan negara.

Luasnya cakupan pengaturan dalam UU PSDN ini berpotensi digunakan secara serampangan oleh mereka yang berkepentingan. Pengaturan terkait penyiapan sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana tidak diatur dengan jelas siapa yang berwenang, UU hanya mengatur tentang penetapannya.

 "Karena  kewenangannya yang sangat luas maka sangat berpotensi disalahgunakan. Batasan dan indikator kapan presiden dapat mengerahkan Komcad juga tidak ada,"tegasnya Eti Oktaviani.

Sedangkan Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf  yang juga hadir menjadi nara sumber menyoroti terkait  sedikit orang yang  tahu dengan keberadaan PSDN untuk Pertahanan Negara  ini diberbagai tempat.  Hal ini terjadi karena minimnya partisipasi publik dan penyerapan aspirasi publik.

"Negara yang baik, seharusnya bertanya kepada publik terkait dengan aturan legislasi yang mengatur hubungan antara negara dan warga negaranya. UU ini dibahas ketika tahun politik dalam tensi yang tinggi sehingga kepentingan politiknya juga tinggi,"

Al Araf mengingatkan bahwa deklarasi perang oleh sebuah pemerintah negara tidak selalu berhubungan dengan kepentingan rakyat di sebuah negara tersebut. Perang hanya kelanjutan dari aksi politik dengan cara lain. Padahal, penyelesaian masalah tidak selalu dengan cara perang, bisa dengan jalan dialog, negosiasi dan tindakan non-kekerasan lainnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA