Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BPK RI: Pengelolaan Keuangan Pemprov DKI Dinilai WTP, Tapi Ada Sejumlah Hal yang Perlu Perhatian Khusus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Selasa, 31 Mei 2022, 22:50 WIB
BPK RI: Pengelolaan Keuangan Pemprov DKI Dinilai WTP, Tapi Ada Sejumlah Hal yang Perlu Perhatian Khusus
Rapat Paripurna Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun 2021, Selasa (31/5).
rmol news logo Meski kembali meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk kelima kalinya, ada sejumlah permasalahan yang harus mendapat perhatian khusus dari Pemprov DKI Jakarta.

Hal ini agar tidak terulang di masa mendatang dan dalam rangka mendorong peningkatan kualitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menekankan pentingnya peningkatan monitoring sekaligus pengendalian atas pengelolaan rekening kas pada organisasi perangkat daerah dan Bank DKI.

Sehingga tidak terjadi permasalahan penggunaan rekening kas dan rekening penampungan (escrow) yang tidak memiliki dasar hukum dan tanpa melalui persetujuan BPKD sebagai BUD.

“Sehubungan dengan permasalahan tersebut BPK merekomendasikan agar sisa dana yang ada pada rekening (escrow) segera dipindahbukukan ke rekening kas daerah sesuai batas waktu yang ditetapkan,” kata Kepala Perwakilan BPK DKI Jakarta, Dede Sukarjo dalam Rapat Paripurna Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun 2021, Selasa (31/5).

Ia melanjutkan, pada sisi pendapatan, BPK menemukan kelemahan proses pendataan, penetapan dan pemungutan pajak daerah Pemprov DKI yang mengakibatkan kekurangan pendapatan pajak daerah.

Di antaranya terdapat 303 Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah selesai melakukan balik nama sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan namun BPHTB-nya kurang ditetapkan sebesar Rp 141,63 miliar.

“Hal tersebut terjadi karena pengesahan atau validasi bukti pembayaran BPHTB dilakukan sebelum proses verifikasi dan validasi perhitungan ketetapan BPHTB,” terangnya.

Sementara, pada sisi belanja, BPK juga menemukan beberapa permasalahan, di antaranya kelebihan pembayaran gaji/TKD/TPP, kekurangan pemungutan dan penyetoran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa, dan kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak.

Dalam pengelolaan aset, BPK juga menemukan kekurangan pemenuhan kewajiban Koefisien Lantai Bangunan (KLB), pencatatan aset tetap ganda atau aset tetap belum ditetapkan statusnya serta adanya 3.110 bidang tanah yang belum bersertifikat dan pemanfaatan aset tetap dari pihak ketiga tidak didukung dengan perjanjian kerja sama.

Dede menyampaikan, dalam proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan, BPK telah meminta tanggapan kepada para pejabat terkait dan meminta rencana aksi (action plan).

Hal ini penting untuk memastikan komitmen para pejabat terkait dalam menyelesaikan seluruh tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK secara tepat waktu.

Selain itu, untuk memenuhi Pasal 20 UU 19/2004 tentang Pemeriksaan Keuangan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang mewajibkan pejabat memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan diterima.

Menurut Dede, pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberi opini kewajaran laporan keuangan yang bukan dimaksudkan untuk mengungkap adanya kecurangan atau dalam pengelolaan keuangan.

“Pemeriksaan atas laporan keuangan juga menilai desain dan implementasi sistem pengendalian dalam pengelolaan keuangan dan proses penyusunan laporan keuangan,” tandasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA