Pasalnya, Komcad dinilai terlalu memaksakan warga sipil untuk menjadi militer hingga ada tuntutan pidana jika menolak. Sebab, hal ini belum terlalu
urgent di Indonesia.
Begitu disampaikan Peneliti Senior Imparsial, Al Araf dalam diskusi publik bertajuk “Telaah Kritis UU 23/2019 tentang PSDN Dalam Perspektif Politik Hukum HAM: Jelang Putusan MK†pada Kamis sore (2/6).
Al Araf menyarankan agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertananan memperkuat Tentara Nasional Indonesia (TNI) di tiga matra (darat, laut dan udara) ketimbang memaksakan Komcad. Sebab, masih banyak pekerjaan rumah (PR) di internal TNI.
Mulai dari rumah dinas prajurit yang masih didapati sengketa hingga perlengkapan alutsista yang dinilainya masih di bawah kapasitas negara-negara lain.
“Makanya yang harus kita perkuat ya tentaranya dong. 50 persen alutsista kita itu
under standar, sengketa Rumah Dinas tentara,†tegas Al Araf.
Menurut Al Araf, pemerintah sebaiknya memikirkan perlengakapan hingga kesejahteraan TNI ketimbang memaksakan Komcad. Apalagi, kata dia, anggaran untuk Komcad mencapai Rp1 triliun per tahun.
“Kita nggak punya duit. Ini Komcad habiskan dana Rp1 triliun tiap tahun, mending buat rumah susun untuk tentara supaya gak rebutan. Nanti dulu lah (Komcad) ini, fokus dululah problem utamanya. Itu realitas. Ini mengedepankan program begini (Komcad),†sesalnya.
“Kalau nanti 30 tahun lagi kita udah kuat alutsistanya kuat, rumah dinas bagus, buat pelatihan militer bagus. Boleh lah,†demikian Al Araf.
Hadir dalam diskusi tersebut antara lain;Â Pegiat HAM Fery Kusuma, Kaprodi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faisal Nurdin Idris, dan Peneliti CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Junaidi Simun.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: