"Banyak orang, umumnya para pengamat politik menilai seakan antara kami (kader PDIP) terjadi keretakan, pecah kongsi, atau melakukan saling serangan," kata politisi PDIP, Beathor Suryadi kepada redaksi, Jumat (10/6).
Framing tersebut kian berkembang liar saat beberapa kader melontarkan komentar-komentar yang seksi untuk digoreng publik. Mulai dari pernyataan Masinton Pasaribu menyebut Presiden Joko Widodo bebal, hingga Trimedya Panjaitan melabeli diksi
kemlinthi untuk Ganjar Pranowo.
"Di publik, serangan-serangan tersebut seakan dibiarkan oleh Bu Mega dan DPP. Bahkan diberitakan Bu Mega sedang berjarak dengan Presiden Jokowi. Padahal tidak demikian adanya," kata Beathor.
Di internal PDIP, kata dia, demokrasi memang berkembang sehari-hari. Dalam berbagai kesempatan, setiap kader dengan kecerdasan, pengetahuan, dan pengalamannya diperbolehkan untuk berpendapat.
"Jadi jangan berharap kader kami telah dan sudah terjadi keterbelahan di dalam partai. Faksi kami hanya satu, yaitu Faksi DPP," tegas Penasihat Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) ini.
Di tengah meja demokrasi yang terbuka lebar di internal partai, lanjutnya, para kader masih tetap berpegang teguh pada perintah DPP. Jika sudah ada perintah, maka kader banteng akan satu suara.
"Sebagai kader, kepatuhan kami akan terlihat dan terukur bilamana DPP sudah mengeluarkan SK," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: