"Transportasi online ini permasalahan pelik, kita tahu saat ini banyak inovasi dan perkembangan teknologi yang perlu direspons oleh regulasi yang kuat," kata peneliti Formappi, Lucius Karus, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/6).
Selain soal transportasi online, usulan mengenai peralihan beberapa kewenangan dari Kepolisian ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga perlu dibahas secara serius. Dalam prosesnya, DPR perlu melibatkan semua
stakeholder, termasuk dari kalangan praktisi transportasi hingga akademisi.
Menurut Lucius Karus, revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) perlu disegerakan pembahasannya. Bukan sebaliknya, menunggu kasus demi kasus bermunculan kemudian baru pembahasannya dipercepat.
Apalagi, selain peralihan kewenangan, angka kecelakaan dari pergerakan angkutan obesitas atau bermuatan lebih (over dimension overload/ODOL) juga terus meningkat.
"Saya kira ini sebuah kebutuhan yang perlu direspons DPR dan Pemerintah, mesti segera dipertimbangkan pembahasannya daripada menunggu kasus dulu baru jalan. Jadi kesan masyarakat semakin kuat bahwa DPR tidak responsif,†jelasnya.
"Hadirkan pihak-pihak terkait, karena banyak aktor yang memang perlu dilibatkan. Jadi tidak ada pihak yang merasa diabaikan," imbuh Lucius Karus.
Lanjut Lucius, pembahasan revisi UU LLAJ ini sudah lama namun hingga kini belum ada kemajuan berarti. Formappi pun mempertanyakan kenapa pembahasan revisi UU LLAJ belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022.
Padahal, dalam catatan Formappi, Komisi V telah menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menjadi Undang-Undang (UU).
"UU Jalan kan sudah selesai dibahas, dan soal transportasi ini sudah lama belum disahkan sama DPR," demikian Lucius Karus.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: