Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Khawatir Vonis Bebas Samin Tan Jadi Preseden Buruk

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 19 Juni 2022, 08:42 WIB
KPK Khawatir Vonis Bebas Samin Tan Jadi Preseden Buruk
Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM), Samin Tan/Net
rmol news logo Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Kasasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan memperkuat putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas vonis bebas pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM), Samin Tan yang sempat menjadi buronan KPK, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi.

Pasalnya, Samin Tan divonis bebas pada tingkat peradilan pertama, yaitu di tingkat Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Akan tetapi, putusan itu diperkuat oleh MA yang menolak Kasasi dari KPK.

"Kita hormati putusan pengadilan, namun tentu dapat menjadi preseden buruk manakala pertimbangan-pertimbangan pengadilan tidak melihat aspek modus korupsi yang begitu komplek, sehingga penegakan hukum tidak hanya atas dasar text book semata," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (19/6).

Menurut Ali, menegakkan hukum pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan perspektif yang luar biasa. Apalagi, beberapa putusan pengadilan sebelumnya juga telah banyak yang memutus bersalah terdakwa dengan kontruksi hukum yang sama dengan perkara Samin Tan.

"Sehingga di sini dibutuhkan konsistensi putusan peradilan yang tidak hanya berkeadilan, namun juga memberikan kepastian hukum," pungkas Ali.

Berdasarkan resume hasil persidangan perkara ini di Pengadilan Tipikor Jakarta yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Samin Tan diyakini oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah memberikan uang sebesar Rp 5 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR RI periode 2014-2019 secara bertahap yang diserahkan melalui Tahta Maharaya selaku Tenaga Ahli Eni Maulani Saragih.

Di mana, pada 3 Mei 2018 bertempat di Plaza Senayan, uang sebesar Rp 1,2 miliar diserahkan oleh Nenie Afwanie selaku Direktur PT BLEM ditemani oleh stafnya, Indri Savanti Purnamasari sambil mengatakan "one point two dari lima" kepada Tahta Maharaya.

Selanjutnya, pada 17 Mei 2018 bertempat di Kantor PT BLEM di lantai 5 Gedung Menara Merdeka Jakarta, uang sebesar Rp 2,8 miliar diserahkan oleh Nenie ditemani oleh Indri kepada Tahta.

Kemudian pada 2 Juni 2018, Eni Maulani Saragih mengirim pesan WhatsApp kepada Samin Tan, yang pada pokoknya mengatakan "Pak Samin, kemarin saya terima dari Mba Neni 4 M... Terimakasih yg luar biasa ya..."

Lalu pada 5 Juni 2018, Eni Maulani Saragih mengirim pesan WhatsApp kepada Nenie guna meminta tambahan uang kepada Samin Tan untuk kepentingan suami dari Eni terkait Pilkada Kabupaten Temanggung.

Atas permintaan itu, Nenie menyampaikan akan memberitahukan hal itu kepada Samin Tan. Selanjutnya, Eni juga mengirim pesan WhatsApp kepada Samin Tan yang berbunyi, “Pak Samin utk pilkada boleh dong ditambahin ... atau pake dulu nanti fi balikin ... survei sdh bagus ... jd hrs kencang terus.”

Namun, Samin Tan tidak membalas WhatsApp tersebut.

Selanjutnya pada 22 Juni 2018 bertempat di Kantor PT BLEM di lantai 5 Gedung Menara Merdeka Jakarta, uang sejumlah Rp 1 miliar diserahkan oleh Staf PT BLEM kepada Tahta.

Selain dari resume penyerahan uang itu, juga terdapat pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dianggap janggal.

Di mana, Majelis Hakim mempunyai empat pertimbangan saat memutus bebas Samin Tan.

Pertama, Samin Tan disebut memberikan uang kepada Eni Maulani Saragih sebagai korban pemerasan.

Kedua, pertimbangan Majelis Hakim bahwa uang yang diminta oleh Eni Saragih untuk kepentingan pilkada suaminya yang mencalonkan menjadi kepala daerah di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, bukan dalam rangka pencabutan Pengakhiran Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi III di Kalimantan Tengah PT AKT dikarenakan, Kementerian ESDM yang memiliki kewenangan pencabutan PKP2B PT AKT.

Ketiga, pertimbangan Majelis Hakim bahwa, tindakan pemberi gratifikasi belum diatur pada UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor, oleh karenanya berdasarkan asas legalitas yang dalam bahas latin dikenal nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli, maka perbuatan Samin Tan tidak dapat dipidana.

Keempat, pertimbangan Majelis Hakim, bahwa Samin Tan tidak salah memberi suap karena disebabkan Samin Tan mempunyai kewajiban moral atas 4 ribu karyawan PT AKT yang terancam kehilangan pekerjaan karena PT AKT dihentikan operasionalnya.

Melihat itu, putusan pengadilan baik di tingkat Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun di tingkat Kasasi di MA yang memvonis bebas Samin Tan akan menjadi preseden buruk. Karena, berdampak buruk ketika pelaku lainnya di perkara yang mirip mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) ke MA ketika melihat putusan terhadap Samin Tan.

Hal itu dikarenakan adanya putusan Pengadilan yang menilai bahwa tindakan pemberi gratifikasi belum diatur di UU Pemberantasan Tipikor.

Padahal, dalam perkara lainnya, Majelis Hakim memutus bersalah para pihak yang dijerat dengan Pasal 5 UU Pemberantasan Tipikor atau perkara suap, meskipun penerima uang dijerat dengan sangkaan Pasal 12 B atau terkait gratifikasi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA