Secara khusus, Koalisi Peduli Indonesia (KPI) menyoroti soal pasal penghinaan presiden dalam RKUHP yang dinilai mengancam kebebasan masyarakat dalam berpendapat dan mengkritik.
Dewan Pendiri KPI, Hilman Firmansyah menilai, RKUHP akan membungkam demokrasi dan tidak sesuai amanah reformasi.
“RKUHP pasal penghinaan pejabat publik ini sangat tidak relevan atau cenderung tumpang tindih dengan undang-undang," kata Hilman dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/6).
Pasal tersebut juga dikwatirkan akan menghalangi kebebasan berpendapat bagi rakyat, terutama bagi elemen mahasiswa yang kritis dalam mengawal dan menjaga demokrasi di Indonesia.
Hilman menyoroti beberapa pasal berisi ancaman bagi masyarakat yang menghina pemerintah. Salah satunya dalam Pasal 240 berbunyi:
Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."Belum lagi Pasal 273 tentang unjuk rasa. Pasal tersebut mengatakan bahwa orang/sekelompok orang yang melakukan unjuk rasa, pawai tanpa pemberitahuan akan dipidana paling lama 1 tahun. Ini bertolak belakang dengan UU 9/1998," tegasnya.
Oleh karenanya, KPI meminta DPR dan pemerintah tidak tegesa-gesa mengesahkan RKUHP serta harus memperhatikan berbagai aspek.
"Kehati-hatian penting agar dalam pelaksanaannya tidak memunculkan sikap otoriter dan menciderai kehidupan berdemokrasi di Indonesia," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.