Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Direktur LP3ES: 2024 Masa Paling Kritis, Pemilu Jangan Melulu Bicara Koalisi!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Jumat, 24 Juni 2022, 11:43 WIB
Direktur LP3ES: 2024 Masa Paling Kritis, Pemilu Jangan Melulu Bicara Koalisi<i>!</i>
Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto/Net
rmol news logo Tahun politik 2024 dianggap sebagai masa kritis bagi demokrasi Indonesia. Sehingga, diskursus soal Pemilu Serentak 2024 diharapkan tak hanya berkutat pada isu pembentukan koalisi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/6).

"Periode 2024 hingga 2025 adalah masa paling kritis dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Di tengah kemunduran kualitas demokrasi yang sangat serius dalam beberapa tahun belakangan," ujar Wijayanto.

Menurut laporan The Economist Intelegence Unit (EIU) tahun 2021, Indeks Demokrasi Indonesia pada tahun 2020 menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6,3.

Meski dari segi peringkat tak bergeser alias stabil dibanding tahun sebelumnya, namun selama 14 tahun terakhir EIU mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi cacat.

Melihat hal tersebut, Wijayanto memandang perlu bagi seluruh pihak agar dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 untuk mengedepankan aspek peningkatan kualitas demokrasi.

"Proses pemilu 2024 yang telah dimulai harus terus dikawal dan dijaga agar hasil pemilu tetap mencerminkan berinteraksinya gagasan-gagasan segar mengatasi berbagai permasalahan krusial bangsa," tuturnya.

Lebih dari itu, sosok yang kerap disapa Wija ini berharap agar pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam kontestasi pemilu untuk tidak menjadikan ruang diskusi publik hanya membahas soal isu yang sama dalam setiap perhelatan pemilu.

"Jadi pemilu sebaiknya tidak melulu berbicara terkait koalisi parpol, quick count dan sebagainya," katanya.

"Masalah-masalah besar bangsa di depan mata adalah ketimpangan ekonomi, kesenjangan lahan, oligarki yang merusak, politik uang, dan bagaimana mengatasi korupsi," tandas Wija. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA