Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Aktivis 98: Era Orba dan Masa Kini Tidak Ada Perubahan, Malah Semakin Buruk

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Minggu, 26 Juni 2022, 15:54 WIB
Aktivis 98: Era Orba dan Masa Kini Tidak Ada Perubahan, Malah Semakin Buruk
Para tokoh gerakan saat hadiri diskusi yang digelar oleh Komite Peduli Indonesia (KPI) dan DPD RI berjudul "Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan" di Ballroom Masjid Agung Trans Studio, Bandung, Jawa Barat/RMOL
rmol news logo Cita-cita gerakan Reformasi 1998 tidak berjalan dengan baik. Bahkan, era kekinian tidak jauh berbeda dengan rezim Orde Baru yang menjadi alasan gerakan Reformasi turun jalan. Yakni, rezim Orde Baru bergerak otoriter dan oligarki mengakar kuat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Begitu dikatakan aktivis Pro Demokrasi yang juga pelaku sejarah Reformasi 1998, Andrianto dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Komite Peduli Indonesia (KPI) dan DPD RI berjudul "Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan" di Ballroom Masjid Agung Trans Studio, Bandung, Jawa Barat maupun melalui virtual, Minggu siang (26/6).

"Situasi dan kondisi era Orba dan kini tidak ada perubahan, malah makin buruk dari sisi sistem politik yang makin otoriter dan ekonomi yang dikuasai oligarki yang rakus dan serakah," kata Andrianto.

Pernyataan Andrianto, senada dengan paparan Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, yang juga menyinggung bagaimana oligarki di era saat ini sudah menjadi masalah akut yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

"Jadi oligarki itu memang dia mengendalikan politik untuk mempertahankan kemiskinan. Jadi tantangan kita yang pertama demokrasi dikhianati, kedua adalah kemiskinan yang dipertahankan," ujar Syahganda.

Dia pun mengapresiasi Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti yang juga hadir pada acara itu. Apresiasi dilayangkan ke LaNyalla karena sedang memperjuangkan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen dihapuskan.

Menurut Syahganda, adanya ambang batas itu seperti melestarikan oligarki yang dengan kekuatan modalnya dapat berperan banyak pada penentuan calon presiden dan calon wakil presiden.

"Perlu ada kekuataan rakyat tuk hadapi para oligarki ini. Dengan adanya Ketua DPD yang progresif bisa mewujudkan tujuan bersama dengan bergandeng tangan hadapi para oligarki," tandasnya.

Dalam acara ini selain pidato dari LaNyalla, juga ada sambutan dari Ketua KPI, Tito Roesbandi, dan lima narasumber lainnya dalam diskusi, yaitu Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mohammad Jumhur Hidayat, Pendiri Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) Mayjen TNI Purn Deddy S Budiman, Sekretaris Jenderal Syarikat Islam Ferry Joko Juliantono, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Indra Perwira, dan pemerhati kebangsaan Muhammad Rizal Fadillah.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA