Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Haris Pertama: Freeport Indonesia Arogan, Tidak Patuhi LHP BPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Rabu, 29 Juni 2022, 19:48 WIB
Haris Pertama: Freeport Indonesia Arogan, Tidak Patuhi LHP BPK
Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama/Net
rmol news logo PT Freeport Indonesia (PTFI) mendapat kritik dan dipandang arogan dengan sikapnya yang tidak menindaklanjuti audit Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penerapan kontrak karya PTFI tahun anggaran 2013-2015.

"PT Freeport Indonesia sangat arogan, mereka sudah hampir 5 tahun sejak diumumkan pada April 2017 lalu, sampai kini tidak menindaklanjuti audit LHP itu," ujar Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama kepada wartawan, Rabu (29/6).

Dikatakan Haris Pertama, meski sudah ada divestasi saham oleh Pemerintah Indonesia terhadap PTFI, tetapi LHP tidak berlaku surut.

Dia menjelaskan, berdasarkan laporan tersebut BPK menemukan pelanggaran lingkungan yang dilakukan PTFI yakni penggunaan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasionalnya tanpa izin.

"Kegiatan operasional penambangan PTFI sudah mencemari sungai, hutan, muara, dan telah mencapai kawasan laut. Akibatnya, berdasarkan LHP BPK tersebut berpotensi kerugian negara karena kerusakan lingkungan mencapai Rp 185 triliun," jelasnya.

Haris menambahkan, pelanggaran penggunaan kawasan hutan lindung oleh PTFI bertentangan UU 19/2004 tentang Penetapan Perppu 1/2004 tentang Perubahan atas UU 41/1999 tentang Kehutanan Menjadi UU, yang mengatur tentang izin pinjam pakai dari menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu.

"Sanksi atas pelanggaran UU Kehutanan cukup tegas, jelas PTFI dapat dijerat Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun," tegas Haris.

"Area hutan mangrove di kawasan pesisir Mimika itu dulunya hutan lebat hijau, tapi karena limbah jadi rusak. Tidak ada perubahan sampai sekarang, berdampak rusaknya ekosistem dan hilang mata pencaharian warga nelayan Papua," imbuhnya.

Haris juga menyerukan kepada BPK RI agar membuka kasus ini secara jujur dan transparan kepada rakyat Indonesia.

"BPK RI harus jujur dan terbuka, ini kasus sudah lama sekali. Kasihan rakyat Papua terus menderita akibat hutannya rusak akibat eksploitasi berlebihan," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA