RMOL.
Kebijakan mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain
Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur buntut kasus pencabulan santri oleh
salah satu pemimpinnya dinilai tidak tepat.
Alih-alih mencabut izin ponpes, seharusnya aparat berwenang memproses oknum yang melakukan tindak pidana tersebut.
“Saya tidak setuju izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah dicabut. Kalau ada kasus,
jangan lembaganya dibubarkan, tapi oknum yang diduga melakukan tindak
pidana yang ditindak,†kata Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, Musni
Umar dikutip
Kantor Berita RMOLJakarta dari akun
Twitternya, Sabtu (9/7).
Musni lantas menyinggung kasus hukum
yang banyak menjerat direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam hal
ini, aparat menindak pelaku yang terbukti korupsi, bukan membubarkan
korporasinya.
“Banyak BUMN yang direksi melakukan tindak pidana korupsi, pelakunya ditindak, lembaganya tidak dibubarkan,†kata Musni.
Pada
Kamis malam (7/7), tersangka dugaan kasus pencabulan santriwati di
Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Moch Suchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas
Bechi diamankan polisi setelah menyerahkan diri.
Polda Jawa Timur langsung menahan Tsani yang bahkan sempat pula diduga dilindungi para santri pondok pesantren itu.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, MSAT terancam hukuman 12 tahun penjara.
Di hari yang sama, Kementerian Agama mencabut izin operasional Pesantren Shiddiqiyyah karena dugaan kasus kekerasan seksual itu.
"Sebagai
regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang
gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum
berat," kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag,
Waryono.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: