Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jubir GNAI: Yang Bilang Tidak Ada Pengidap Islamophobia Mungkin Sedang Berhalusinasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 19 Juli 2022, 20:52 WIB
Jubir GNAI: Yang Bilang Tidak Ada Pengidap Islamophobia Mungkin Sedang Berhalusinasi
Deklarasi GNAI/RMOL
rmol news logo Pernyataan cendekiawan muslim, Nadirsyah Hosen yang memastikan di Indonesia sudah tidak ada lagi islamophobia mendapat tanggapan serius dari Jurubicara Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI) Mustofa Nahrawardaya.

Mustofa memberi jawaban lantaran Nadirsyah turut menyinggung deklarasi yang dilakukan GNAI pada Jumat lalu (15/7).

Disebutkan Nadirsyah bahwa tidak ada islamophobia. Alasannya, karena Presiden Joko Widodo sudah naik haji bahkan sudah masuk dalam Ka’bah dan makam Nabi Muhammad. Selain itu, Wakil Presiden Maruf Amin juga merupakan ulama besar.

Tidak hanya itu, rukun iman dan rukun Islam juga bisa dijalankan dan difasilitasi di Indonesia.

“Yang ada itu, politisi jualan emosi umat. Ayo cerdaskan umat, jangan mau dibohongi terus,” ujarnya lewat akun Twitter pribadi, Minggu (17/5).

Menjawab itu, Mustofa menegaskan bahwa seorang kepala negara bisa beribadah haji ke Mekah, bukan berarti tidak ada islamophobia di negara tersebut.

Alasannya, karena bagi seorang kepala negara, dalam kehidupannya telah dilindungi 24 jam oleh sistem. Baik itu perlindungan fisik, maupun perlindungan non fisik.

“Mana ada yang berani mengganggu kegiatan keagamaan seorang presiden? Tidak ada yang berani.  Percaya saya. Tidak bakal terjadi, perkusi terhadap kegiatan ibadah pejabat negara oleh siapapun,” tegasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/7).

Begitu juga dengan wapres, yang kebetulan seorang ulama besar. Mustofa yakin tidak ada satupun manusia yang bakal berani mengganggunya ketika berceramah, tausyiah, atau saat memberi kajian Islam.

“Alih-alih mengganggu. Mengkritik saja, bakal jadi masalah serius,” sambungnya.

Persoalannya, lanjut Mustofa, gangguan tersebut dilampiaskan kepada masyarakat, khususnya kepada umat Islam yang sipil.

“Bagi yang hidup di negeri orang, mungkin perlu lebih banyak membaca berita dan lebih aktif ikut diskusi di dunia maya terkait itu,” tekannya.

Mustofa lantas mengurai bahwa tidak sedikit kegiatan keagamaan Islam yang dibubarkan dengan berbagai dalih. Kasus-kasus pembubaran pengajian, penolakan kajian, gangguan fisik terhadap aktivitas muslim di tanah air terbilang masif terjadi dan terekam di media massa.

“Yang tak ada di media massa, lebih banyak lagi. Karena yang diberitakan, rata-rata jika korban perkusi adalah ustaz ternama, yang jadi korban. Bahkan sampai dengan hari ini, persekusi dan penolakan pengajian masih berlangsung,” urainya.

Mustofa mengatakan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW di Indonesia tidak pernah berhenti. Penghinaan terhadap umat Islam sebagai manusia gurun, sebagai penganut agama onta, agama impor, dan sebagainya, juga tidak pernah berhenti.

“Pelakunya ada. Namanya ada. Alamatnya ada. Wajahnya jelas. Suaranya direkam. Viral beredar di masyarakat. Apakah itu bukan islamophoba? Mereka para pelaku adalah pengidap Islamophobia,” sambungnya lagi.

Katanya, pelaku islamophobia tidak hanya di dalam negeri. Namun, di antara mereka adalah orang Indonesia yang ada di negeri lain.

Seharhusnya, fenomena yang terjadi mengganggu pikiran pemerintah. Apalagi tidak sedikit laporan dari umat Islam agar pemerintah menindak para pelaku islamophobia.

“Tapi, anda tahu sendiri, berapa laporan yang ditindaklanjuti?” tanyanya.

Terakhir, Mustofa menegaskan bahwa pengidap islamophobia, bertebaran dan sumber islamophobia dapat dengan mudah dicari di internet. Tapi, keseriusan pemerintah dalam memberantasnya belum terlihat.

“Jadi, kalau ada yang mengatakan tidak ada pengidap islamophobia di Indonesia, itu omong kosong. Mungkin dia sedang mengalami halusinasi,” tegas Mustofa.

“Apalagi jika yang berbicara itu agamanya Islam, maka orang itu perlu lebih banyak lagi berinteraksi dengan komunitas muslim. Ada adagium: Terlalu lama keluar rumah, kadang suka lupa jalan kembali,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA