Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketum FSP BUMN Beberkan Alasan Mengapa Restrukturisasi Kredit Titan Infra Energy Harus Ditolak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Rabu, 20 Juli 2022, 17:01 WIB
Ketum FSP BUMN Beberkan Alasan Mengapa Restrukturisasi Kredit Titan Infra Energy Harus Ditolak
Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono/Net
rmol news logo Permohonan restrukturisasi kredit macet perusahaan batubara PT Titan Infra Energy (Titan) senilai 450 juta dolar AS kepada sejumlah kreditur sindikasi harus ditolak.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Dikatakan Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono, berdasarkan bukti yang ia miliki, permintaan restrukturisasi adalah siasat mengelabui kreditur sekaligus menutupi dugaan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang yang dilakukan manajemen Titan.

Arief membeberkan, salah satu satu bukti adalah fakta adanya pemberian dividen sebesar Rp 297,25 miliar kepada pemilik Titan, yang disisihkan dari laba 2021.

Pemberian dividen jumbo kepada pemilik Titan itu, kata Arief, sangat keterlaluan, mengingat pada 2020, perusahaan tersebut tidak membayar cicilan kreditnya karena mengaku terkena dampak pandemi Covid-19.

“Sungguh tak masuk akal, hanya selang setahun sejak berhenti mencicil utang karena mengaku bisnisnya terganggu pandemi Covid-19, Titan mampu mencatat laba luar biasa besar bahkan memberikan dividen ratusan miliar kepada pemilik,” kata Arief dalam keterangan tertulis, Rabu (20/7).

Menurut mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, pemberian dividen dari laba yang bernilai besar tersebut, menunjukkan bahwa perusahaan batubara itu dalam kondisi sangat sehat, dengan operasional yang berjalan normal.

Jauh berbeda dengan kondisi yang disampaikan manajemen Titan, belum lama ini. Oleh sebab itu, Arief menenkankan, jika debitur mencetak laba, maka wajib mengutamakan penyelesaian kewajibannya kepada kreditur, ketimbang memberikan dividen besar kepada pemilik.  

“Jika karena tekanan Titan, kreditur melakukan restrukturisasi kredit macet perusahaan itu, sama saja Titan sukses mengelabui kreditur sebanyak dua kali. Sudah ngemplang membayar cicilan, kreditnya pun dikasih relaksasi,” ucap Arief.

Padahal, pemberian relaksasi kredit terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional yang dilakukan pemerintah, bertujuan membantu perusahaan yang bisnisnya terancam bangkrut imbas pandemi Covid-19.

“Sungguh tak pantas dan menginjak rasa keadilan, jika ada perusahaan yang pendapatannya triliunan rupiah, bahkan memberikan deviden ratusan miliar kepada pemilik, minta dibantu pemerintah dan minta kreditnya direstrukturisasi,” beber Arief.

Terlebih, lebih lanjut Arief mengatakan, beban pemerintah sangat besar untuk memulihkan perekonomian bangsa dan kerja keras industri perbankan nasional membantu pemulihan ekonomi nasional seolah justru hendak dimanfaatkan Titan dengan brutal.

Lebih jauh, Arief memaparkan, saat Titan berhenti mencicil kreditnya pada 2020, perusahaan itu nyatanya masih mencatat pendapatan dari penjualan batubara sebesar Rp 3,3 triliun. Tahun lalu, pendapatan dari penjualan batubara Titan meningkat tajam mencapai Rp 4,08 triliun. Namun, Arief menduga, pendapatan perusahaan tersebut sebenarnya bisa jadi jauh lebih besar.

“Buktinya, pajak pertambahan nilai (PPN) yang disetor Titan pada tahun 2021 mencapai Rp 600 miliar. Logikanya, dengan PPN sebesar itu, maka revenue perusahaan seharusnya Rp 6 triliun, mengingat tarif PPN pada saat itu sebesar 10 persen. Namun, anehnya Titan mengaku hanya meraih total penjualan senilai Rp 4 triliun pada 2021,” ungkap Arief.

“Selisih pendapatan sebesar Rp 2 triliun tersebut kemana. Dengan tidak adanya laporan keuangan audited, maka diduga kuat Titan berupaya menutupi besarnya pendapatan dan laba sesungguhnya yang diperoleh perusahaan, pasca kenaikan harga batubara dunia,” tegasnya menambahkan.

Untuk itu, Arief meminta pemerintah dan masyarakat mengkritisi dalih dan permohonan manajemen Titan untuk mendapat restrukturisasi terhadap kredit macetnya. Karena, jika restrukturisasi tersebut disetujui kreditur, tak hanya kreditur semata yang rugi.

“Pemerintah juga berpotensi mengalami kerugian, karena kredit macet Titan telah mengganggu upaya perbankan dalam memulihkan perekonomian nasional,” pungkas Arief. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA