Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dugaan Korupsi KONI Lampung Mandek, Pakar: KPK Bisa Ambil Alih jika Penangannya ada Korupsi Juga

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Jumat, 22 Juli 2022, 15:23 WIB
Dugaan Korupsi KONI Lampung Mandek, Pakar: KPK Bisa Ambil Alih jika Penangannya ada Korupsi Juga
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar/Net
rmol news logo Kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung belum ada perkembangan signifikan sejak dilakukan penyidikan pada Januari 2022.

Hal tersebut menimbulkan desakan dari sejumlah pihak di Lampung agar kasus dugaan korupsi tersebut bisa ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dijelaskan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, ada sejumlah hal yang harus dipenuhi apabila perkara yang tengah ditengani lembaga hukum lain diambil alih lembaga hukum lainnya seperti KPK.

"KPK bisa mengambil alih perkara yang ditangani lembaga lain kalau memang penanganannya itu dicurigai ada korupsi juga," ujar Fickar saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (22/7).

Fickar menuturkan, untuk membuktikan adanya dugaan suap kepada penegak hukum yang menangani suatu perkara, misalnya dalam kasus hibah dana KONI Lampung oleh Kejati, maka pihak pelapor harus memiliki bukti yang cukup untuk melaporkan ke KPK.

"Jadi kalau tidak ada bukti kalau penanganan itu korup, KPK tidak ada alasan untuk ambil, karena sama-sama penegak hukum," sambungnya menegaskan.

Fickar menyatakan, berdasarkan UU KPK diatur mengenai syarat pengambilalihan perkara-perkara korupsi yang ditangani oleh lembaga lain, dalam hal ini baik oleh kepolsiian atau kejaksaan.

"Di situ dijelaskan, kalau di dalamnya disinyalir ada korupsinya (dalam penanganan perkaranya)," imbuhnya menegaskan.

Apabila belum ketahuan atau tidak ada korupsi atau suap dalam penanganan perkara tersebut, ada langkah hukum lain yang bisa ditempuh pihak pelapor.

"Jika dirasa belum ada bukti dalam penanganan itu ada dugaan korupsi di dalamnya, maka pihak-pihak terkait perkara itu bisa melakukan upaya hukum. Umpamanya, pelapornya melihat selama 7 bulan tidak jalan-jalan proses hukumnya, pelapor bisa melakukan upaya hukum pra peradilan," ungkapnya.

"Jadi dianggap laporannya itu sudah di SP-3 kan, dihentikan, sehingga dilakukan pra peradilan supaya pemberhentiannya dianggap tidak sah," tandasnya.

Perkara dugaan korupsi dana hibah KONI telah dilakukan penyidikan oleh Kejati Lampung sejak Januari 2022.

Pihak Kejati Lampung sudah memeriksa lebih dari 80 saksi, termasuk salah satunya Ketua Umum KONI Lampung, Yusuf Barusman.

Namun hingga kini, kasus yang diduga ada penyelewengan dana hibah KONI Lampung sebesar Rp 29 miliar tersebut belum terang.

Pasalnya, Kejati Lampung masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung mengenai potensi kerugian negara. Padahal, audit BPKP dijadwalkan keluar pada Mei lalu.

Tetapi karena perkembangan proses hukum yang berjalan demikian, muncul dorongan dari sejumlah pihak di Lampung untuk supaya kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA