Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar Psikologi: Kasus Baku Tembak di Rumah Ferdy Sambo Jangan jadi Paradoks Penegakan Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 26 Juli 2022, 21:35 WIB
Pakar Psikologi: Kasus Baku Tembak di Rumah Ferdy Sambo Jangan jadi Paradoks Penegakan Hukum
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (Unisba), Vici Sofianna Putera/Net
rmol news logo Spekulasi soal apa yang terjadi di balik kasus baku tembakdi kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) nonatkif, Irjen Ferdy Sambo di ranah media sosial, menjadi satu fenomena tersendiri yang patut dicermati.

Dikatakan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (Unisba), Vici Sofianna Putera, ramainya informasi dan narasi di media sosial tentang kronologis yang diberikan kepolisian bisa menjadi alat persekusi kepada para pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.

"Hold your opinion, ini bisa jadi persekusi. Kita jangan terjebak perangkap ilusi kebenaran," kata Vici kepada wartawan, Selasa (26/7).

Dijelaskan dia, perkekusi itu dikarenakan narasi-narasi alternatif yang muncul di luar versi kepolisian juga belum berdasarkan fakta ilmiah, ini hanya sebatas opini tanpa data.

Termasuk juga, pernyataan pengacara keluarga Birgadir J yang menyatakan kejanggalan mengenai luka di tubuh Brigadir J juga masih merupakan dugaan.

"Jadi semua bisa saja benar, bisa jadi juga salah," tekannya.

Menurutnya, pernyataan pengacara tersebut berpotensi mendorong publik untuk berspekulasi karena narasi yang bernuansa konspiratif lebih membuat orang tertarik dengan narasi tersebut.

"Individu tertarik pada narasi konspirasi karena kebutuhan akan pengetahuan dan kepastian dari suatu informasi, terlebih ketika peristiwa besar terjadi, individu tentu ingin tahu mengapa hal tersebut itu terjadi," jelasnya.

Lanjutnya, publik harus bisa memisahkan apa yang faktual dan hal yang sensasional. Tantangannya adalah individu dalam memisahkan kedua hal tersebut dibutuhkan kemampuan berpikir jernih dan kritis.

"Sayangnya individu sebagai manusia cenderung berpikir menggunakan cara yang heuristic atau simplistic, sehingga wajar jika narasi konspirasi yang berkembang bisa ditelan mentah-mentah dan dianggap sebuah kebenaran bagi mereka," terangnya.

Khawatir terpapar informasi di media sosial, dia menyarankan, penyidik dan timsus bisa menjadi bias dalam bekerja dan mengambil keputusan semata untuk memuaskan keinginan publik.

"Jangan sampai kasus ini menjadi sebuah paradoks bagi penegakan hukum di Indonesia. Biarkan para penyidik dan timsus bekerja karena timsus ini terdiri dari pihak eksternal yang kredibel seperti Komnas HAM," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA