Namun demikian, Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal Hastiadi, meminta pemerintah tidak merespons kondisi ini dengan meningkatkan ekspor. Meski input produksi banyak negara maju sedang mengalami penurunan.
"Karena selama pemulihan Covid-19 dari sisi input produksi negara-negara besar tidak hanya Jepang itu mengalami kelangkaan. Sementara di Indonesia kita
oversupply
Padahal, kata Fithra, mereka membutuhkan pasokan komoditas untuk pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi. Hal itu kemudian memunculkan wacana menggenjot ekspor.
"Jadi sektor pertanian kita
oversupply, kemudian pupuk kita juga
oversupply. Bahkan ada keinginan untuk ekspor ke Afrika dan Amerika Latin," tambahnya.
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia itu menyarankan, pemerintah tidak terlena dengan suplai melimpah dalam negeri. Menurutnya, pemerintah harus mewaspadai permintaan komoditas dalam negeri yang juga menunjukkan kenaikan.
"Cuma memang kalau dari sisi ekspor saja, kita juga harus hati-hati. Jangan sampai ini terlalu agresif kita lakukan. Nanti ketika kita butuhkan justru langka. Kita sekarang dari sisi demand sedang bertumbuh nanti jangan sampai demand optimal kita langka suplai input-nya," tegasnya.
Faisal mengungkapkan, hasil simulasi menunjukkan adanya kemungkinan kerugian yang dialami jika Indonesia terlalu agresif melakukan ekspor.
"Hasil simulasi menunjukkan bahwa kalau kita ekspor komoditas terlalu agresif, pada di kuartal kedua tahun 2023, mulai langka dan akhirnya justru berpengaruh negatif buat perekonomian," demikian Faisal.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: