Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

UU TPKS Diterapkan Supaya Pelaku Bisa Diproses Hukum dan Korban Terlindungi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 04 Agustus 2022, 15:17 WIB
UU TPKS Diterapkan Supaya Pelaku Bisa Diproses Hukum dan Korban Terlindungi
Mantan Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati/Net
rmol news logo Terbitnya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12/2022 dinilai membawa angin segar bagi perempuan di Indonesia. UU tersebut dibuat supaya para korban bisa terlindungi dan tidak disalahkan oleh masyarakat.

Mantan Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati mengatakan, kasus kekerasan seksual dewasa ini sering dialami oleh perempuan. Bahkan ada korban yang tak berani menceritakan peristiwa yang dialami karena takut terhadap pelaku dan malu bercerita.

"Sejak reformasi kita sudah mulai merasakan bahwa kita ini butuh undang-undang secara khusus (soal) kekerasan seksual," kata Erni dalam keterangannya, Kamis (4/8).

Sri masih ingat dengan tragedi Mei 1998 di mana banyak perempuan yang jadi korban kekerasan seksual. Tapi karena mereka tidak tampil, tidak melaporkan ke polisi dan bercerita, kasus tersebut lenyap ditelan bumi.

Sehingga ia menyambut baik dengan disahkannya UU TPKS lantaran memiliki tatanan pembaruan hukum yang lebih progresif dan melindungi perempuan sebagai korban.

"UU ini juga membawa akses keadilan, artinya korban pertama kali melaporkan kejadian kekerasan seksual semua sistem harus melindungi, tidak menyalahkan atau menyudutkan," ucapnya.

Kemudian, UU tersebut juga harus membangun sistem hukum acara yang memudahkan korban menjelaskan kekerasan seksual yang dialami.

Selanjutnya, aparat kepolisian yang memiliki kewenangan menangani perkara juga harus melakukan sesuatu sesuai tugasnya. Misalnya, berkas perkara yang ditangani harus maju sampai ke meja hijau, jangan sampai jalan di tempat.

"Kita lihat kasus kekerasan seksual sebelumnya, sangat sulit pelaku itu dimajukan ke dalam persidangan," jelasnya.

Hal itu terbukti dari kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jombang, Jawa Timur. Pelakunya anak seorang kiai yang sudah mendapat surat panggilan dari polisi tapi tak pernah memenuhi undangan penyidik.

Lebih parahnya, para santri justru mendukung agar pelaku kekerasan seksual tersebut tidak ditangkap dan dipenjara.

"Bahkan digeledah bersembunyi dan dilindungi orangtuanya, sehingga dengan ada UU TPKS ini ada harapan baru di dalam proses peradilan kita, memberikan hak kebenaran, keadilan, dan pemulihan kepada korban," tutur Sri.

Dalam perkara pelecehan seksual, Sri mengingatkan agar aparat kepolisian tidak menyelesaikan di luar proses peradilan. Artinya tidak boleh ada kata damai ketika pelaku pelecehan seksual ditangkap.

Apalagi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga sangat serius dengan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan berencana meningkatkan status Unit Renakta menjadi Direktorat Renakta.

"Saya kira di Indonesia ini sudah ada unit PPA di tingkat Polres dan Polda, kalau Polsek sedang dalam pembahasan, karena Kapolri sudah berkomitmen untuk menaikan status dari unit ke Direktorat, maka kewenangannya akan bertambah, sehingga bisa lebih kokoh," tandasnya. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA