Pasalnya, kata tenaga ahli Panitia Khusus (Pansus) BLBI DPD RI, Hardjuno Wiwoho pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI membuat anggaran untuk rakyat menjadi terbatas karena anggaran tersedot habis untuk hal yang tidak penting.
“Sejak dahulu, saya menyerukan agar stop pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI ini. Ini anggaran yang tidak produktif,†kata Hardjuno kepada wartawan Jumat (12/8).
Apalagi, kata Herdjuno, Presiden Joko Widodo mengingatkan 800 juta jiwa penduduk dunia terancam kelaparan. Presiden Jokowi juga menyatakan bahwa subsidi BBM telah memakan anggaran mencapai Rp 502 triliun.
“Ini
warning bagi anggaran kita. Kalau terus dipakai untuk hal-hal yang tidak penting maka ini menjadi ancaman bagi masa depan anak cucu bangsa ini,†terangnya.
Hardjuno menegaskan, jika pajak rakyat terus dibiarkan untuk membayar beban subsidi bunga obligasi rekap sampai 2043, jelas sangat tidak adil. Karena angkanya bernilai total Rp 4.000 triliun.
“Jumlah yang fantastis sekali. Ini sangat berbahaya, apalagi tingkat kemiskinan hari ini masih dua digit dan ancaman kelaparan di depan mata,†terangnya.
“Alangkah baiknya, dana yang sangat besar itu dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia,†imbuhnya.
Untuk itu, Hardjuno berharap Presiden Jokowi mengambil sikap tegas saat menyampaikan Pidato Pengantar Nota Keuangan 2023 pada Sidang Tahunan 16 Agustus nanti. Salah satu bentuk ketegasan sikap presiden, yakni harus berani menyetop pembayaran bunga rekap.
“Itu akan jadi proklamasi kemerdekaan dari konglomerat hitam negeri ini, saya meminta pemerintah untuk berani dan katakan stop dan hentikan pembayaran bunga subsidi obligasi rekap eks BLBI,†pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: